Seekor kecoa raksasa robot terbang dan ditunggangi oleh Captain America dengan senyum semringah. Di sekelilingnya, ada beberapa makhluk lain. Buaya imut yang hanya digambar dengan garis luar, capung, dan di bawah kecoa raksasa itu ada mobil 4WD berkelir oranye. Semuanya berhimpun dalam balutan warna tosca yang menjadi latar.
Di panel lain, dengan warna cerah senada seperti yang tercipta di panel metamorfosis kecoa terbang itu, terdapat segerombolan domba warna-warni. Tapi, kali ini, palet warnanya lebih condong ke warna-warna gelap seperti cokelat, hijau, kekuningan, dan sedikit merah. Di tengah domba yang tengah bergerombol itu, ada semacam mimbar berisi beberapa figur berbaju putih, dilengkapi pengeras suara.
Dalam cerita yang lain, ada gambar ala Kubisme Picasso yang mencerminkan Yesus dalam potret besar, sementara di bawahnya terdapat semacam beberapa prosesi keagamaan. Melompat ke cerita lain, Monkey D. Luffy berbagi perahu dengan Uzumaki Naruto, dua karakter anime dari dua pencipta dan dunia yang berbeda, naik Going Merry, perahu kelompok bajak laut topi jerami.
Sebanyak 16 karya lukis bergaya surealis itu disajikan Syakieb Sungkar pada pameran tunggal keduanya, bertajuk Dreams. Lukisan-lukisan ini lahir dari mimpi-mimpi Syakieb tentang angan-angannya membentuk dunia alternatif dari realitas yang hadir.
Ia dengan bebas menaruh ragam tokoh karakter kultur pop disandingkan dengan tokoh fiksi maupun tokoh nyata sebagai bentuk peleburan batas realisme. Kecoa dalam cerita Kafka, ia gabungkan bersama Captain America dari Marvel. Luffy dan Naruto, seperti berada dalam bahtera Nuh.
“Jadi sebenarnya filosofi yang saya buat itu kan universal. Misal ada Luffy dan Naruto, mereka sama-sama berada di cerita kapal Nabi Nuh. Atau cerita di Metamorfosis Kafka saya gabungkan dengan Captain America. Kecoa yang bebas terbang, tetapi saya menganalogikan di dunia ini tidak ada yang benar-benar bebas. Ada situasi di mana kita tunduk pada sesuatu, misalnya dengan AS. Makanya di lukisan itu saya ciptakan si Kecoa dikendalikan oleh Captain America,” terang seniman lulusan ITB itu kepada Media Indonesia tentang konsep yang dibawanya pada pameran tunggal Dreams seusai pembukaan pameran di Cemara 6 Galeri, Jakarta Pusat, Sabtu, (3/6).
Syakieb memang kemudian berpindah pendekatan melukis. Jika pada pameran tunggal debutnya ia mengusung gaya realisme, kini ia melekatkan karya-karyanya yang digarap selama kurun dua tahun itu bertolak belakang.
Maka, wajar ditemukan tubrukan anomali dengan patokan realis. Baik secara gaya maupun substansi. Di 16 karya ini, Syakieb juga tampaknya ingin mendekatkan karyanya dengan audiens muda lewat pemilihan palet warna yang lebih ngepop. Warna-warna terang seniman muda seperti Muklay atau Naufal Abshar.
“Yang ada di pameran Dreams ini sebenarnya adalah memunculkan mimpi, lamunan, angan-angan, dan seloroh Syakieb. Sementara di pameran tunggal pertamanya, itu dia mengambil dari orang-orang terdekatnya sekali. Potret diri hingga keluarga. Jadi wajar jika ditemukan sesuatu yang berantakan di mana-mana di pameran keduanya ini. Rasa bahagia, bermain-main, tecermin di sini,” tambah kurator pameran Anna Sungkar.
Pameran Dreams akan berlangsung hingga 17 Juni di Cemara 6 Galeri, Menteng, Jakarta Pusat. (M-3)