26 March 2023, 05:50 WIB

Hanisah Abdullah: Membuka Lembaran Baru di Rumah Aman


(Nas/M-1) |

TAHUN 2000, Hanisah mewujudkan mimpinya dengan mendirikan pesantren Dayah Diniyah Darussalam di Kabupaten Aceh Barat. Dayah, merupakan sebutan untuk lembaga pendidikan agama Islam di Aceh.

Transformasi pondok pesantrennya, menjadi tempat perlindungan anak-anak korban kekerasan seksual baru terjadi 10 tahun setelah didirikan. Hal itu diawali saat ia menerima seorang anak berusia 15 tahun yang sedang hamil, korban perkosaan inses oleh ayah kandungnya.

Sang korban justru diusir dari kampung mereka karena dianggap berbuat zina. Saat warga mengetahui jika kedua anak tersebut ditampung Hanisah, pondok pesantrennya pun ikut diusir dari kampung.

"Waktu diusir, Umi turun dan saat itu ada 30 anak yatim piatu, anak korban konflik dan korban tsunami yang masih kecil. Malam kami pergi," kenang perempuan yang akrab disapa Umi itu saat hadir di Kick Andy bertajuk Memburu Predator Seks yang tayang hari ini pukul 20.30 WIB di Metro TV.

Hanisah kemudian memindahkan pesantrennya ke Desa Meunasah Buloh, Kabupaten Aceh Barat. Tidak hanya pesantren, ia pun mantap menambahkan fungsi rumah aman untuk tempat perlindungan anak dan perempuan korban kekerasan seksual lainnya.

Baginya, keberadaan rumah aman sangat krusial karena anak-anak penyintas kekerasan tidak aman berada di rumah mereka sebab kebanyakan pelaku ialah orang-orang terdekat. Lewat rumah aman, korban dapat membuka lembaran baru kehidupan.

Identitas dilindungi

Di rumah aman Hanisah, latar belakang korban yang datang hanya diketahui satu atau dua orang dewan guru, dan tidak dibuka kepada santri yang lain. Setiap korban yang datang ke Dayah Diniyah Darussalam diperkenalkan sebagai seorang santri yang hendak menuntut ilmu agama, kemudian korban akan didampingi seorang guru yang juga merupakan penyintas. Selain menguatkan korban dengan pendekatan islami, Hanisah juga mengajak para korban untuk bangkit dalam menghadapi kehidupan.

Selama memperjuangkan hak korban, pelaku kekerasan seksual dengan korban yang didampingi Hanisah, rata-rata pelaku diganjar 5-8 tahun penjara. Hanisah berharap kesadaran tinggi ada pada masyarakat, tokoh masyarakat memiliki peran penting dalam memberi sosialisasi tentang pentingnya perlindungan pada korban kekerasan seksual.

Hanisah melihat sistem hukum Qanun Jinayat di Aceh belum berpihak kepada korban kekerasan seksual. Sebab itu, ia berharap kasus kekerasan seksual dapat diproses menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Hal itulah yang membuat Hanisah tetap bertahan dan menguatkan tekad untuk tetap membersamai para penyintas. Dia ingin semua penyintas kasus kekerasan seksual dapat memiliki kehidupan yang layak dan hidup mandiri.

Kini, 13 tahun setelah peristiwa pengusiran itu, Dayah Diniyah Darussalam disebut Hanisah telah menangani ratusan perempuan korban kekerasan seksual. Menurutnya, banyak dari penyintas ini sekarang telah menjadi pegawai negeri sipil, guru, hingga pimpinan pesantren. (Nas/M-1)

BERITA TERKAIT