16 March 2023, 12:00 WIB

Ilmuwan Uji Coba Metode Pengobatan Demam Berdarah pada Hewan


Adiyanto |

PENYAKIT demam berdarah masih menjadi momok di sejumlah negara. Para ilmuwan hingga kini terus berupaya mengembangkan metode pengobatan penyakit tersebut, termasuk melakukan uji coba pada kera.

“Pengobatan demam berdarah baru yang bisa menjadi yang pertama untuk mencegah dan mengobati virus telah terbukti efektif dalam uji coba awal pada monyet,” menurut penelitian itu, seperti dilansir dari AFP, Kamis (16/3).

Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk dan menjangkiti puluhan juta orang setiap tahun di ratusan negara (lihat grafis). Penyakit ini kadang menimbulkan gejala yang parah sehingga juga kerap disebut “demam patah tulang".

Penyakit ini telah menjadi endemi di lusinan negara, tetapi tidak ada pengobatan yang paling efektif., Sementara dua vaksin yang telah dikembangkan belum disetujui secara global.

Dua tahun lalu, para peneliti menerbitkan karya yang menunjukkan bahwa suatu senyawa dapat secara efektif mencegah replikasi virus dengan mencegah interaksi antara dua protein.

“Sekarang tim telah menyempurnakan senyawa tersebut dan mengujinya pada tikus dan monyet, dengan hasil yang "sangat menggembirakan, “ kata Marnix Van Loock, peneliti di perusahaan farmasi Janssen Companies of Johnson & Johnson.

“Pada kera rhesus, dosis tinggi senyawa yang dikenal sebagai JNJ-1802 sepenuhnya memblokir replikasi virus. Sementara pada hewan lainnya, RNA virus terdeteksi antara hari ketiga dan ketujuh setelah infeksi,” katanya kepada AFP,

Pada monyet, senyawa tersebut diuji terhadap dua yang paling umum dari empat jenis demam berdarah, dan hanya untuk sifat pencegahannya, bukan untuk pengobatan. “Tapi, itu juga diuji untuk pengobatan dan pencegahan pada tikus terhadap keempat jenis demam berdarah, dengan hasil yang sukses, “ kata Van Loock.

Demam berdarah dapat menyebabkan gejala mirip flu dan terkadang berkembang menjadi parah yang bisa berakibat fatal.

Menurut Loock, karena ada empat jenis yang berbeda, terinfeksi oleh satu jenis tidak melindungi dari yang lain, dan terkena demam berdarah untuk kedua kalinya seringkali bisa berdampak lebih serius.

Para peneliti telah memperingatkan bahwa iklim yang lebih hangat dan basah yang lebih ramah bagi nyamuk kemungkinan akan meningkatkan prevalensi virus yang ditularkan oleh serangga tersebut.

Tanpa pengobatan yang tersedia, upaya yang dilakukan para peneliti saat ini berfokus pada meminimalisir penularannya, termasuk dengan menginfeksi nyamuk dengan bakteri.

Vaksin yang disebut Dengvaxia disetujui untuk digunakan hanya di beberapa negara dan efektif melawan satu strain. Vaksin kedua, Qdenga, disetujui Desember lalu untuk digunakan oleh Uni Eropa, dan juga mendapat lampu hijau dari Inggris dan Indonesia.

Namun, masih ada pertanyaan yang harus dijawab tentang pengobatan tersebut, termasuk apakah itu dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi ulang.

Penelitian lanjutan

Ketika orang tertular demam berdarah, keberadaan virus dalam darah mereka umumnya memang merangsang respons kekebalan yang kuat yang melindungi mereka dari infeksi di masa depan. Tetapi pada beberapa orang, respons kekebalan lebih lemah dan membuat mereka justru rentan terhadap infeksi ulang, yang dapat menimbulkan gejala yang lebih serius.

Belum jelas apakah mencegah atau mengurangi replikasi virus dapat menghasilkan kerentanan yang sama terhadap infeksi ulang.

Para peneliti perlu mengirimkan data keamanan dari fase pengujian mereka saat ini sebelum melanjutkan dengan uji coba lebih lanjut yang melibatkan manusia, termasuk studi lapangan di daerah yang terkena demam berdarah.

Van Loock enggan berspekulasi tentang kapan cara pengobatan dapat diterapkan. "Kami perlu dipandu oleh sains dan data yang kami hasilkan untuk benar-benar menjawab pertanyaan itu," katanya. (M-3)

BERITA TERKAIT