Meta, perusahaan induk yang menaungi Instagram dan Facebook, pada Selasa (10/1) mengumumkan akan melarang pengiklan yang menargetkan remaja berdasarkan jenis kelamin. Tindakan itu dilakuikan untuk merespons tudingan platform tersebut berbahaya bagi pengguna muda.
Mulai Februari, raksasa media sosial itu mengatakan pengiklan, sumber pendapatan besar perusahaan, hanya akan dapat menggunakan usia dan lokasi ketika menargetkan iklan pada remaja secara global.
Dalam sebuah postingan di blognya, pihak Meta mengatakan bahwa perubahan itu terjadi karena mengakui bahwa remaja belum tentu diperlengkapi seperti orang dewasa untuk membuat keputusan tentang bagaimana data online mereka digunakan untuk iklan.
Meta mengatakan perubahan tersebut mencerminkan respons mereka atas masukan dari dari orang tua dan para ahli. Mereka berjanji akan mematuhi aturan baru di beberapa negara tentang konten yang ditujukan untuk kaum muda.
Perusahaan yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook menghadapi tekanan dan denda yang meningkat untuk mengekang praktik pengiriman iklan bertarget khusus kepada penggunanya, sebuah praktik yang menghasilkan pendapatan miliaran dolar dari pengiklan setiap tahun.
Setelah menjalani gugatan hukum yang panjang, perusahaan raksasa dari Silicon Valley itu dikenai denda sebesar 390 juta euro (US$413 juta) pada pekan lalu oleh Uni Eropa, terkait iklan di kedua platform tersebut.
Tidak hanya itu, regulator Eropa juga menolak dasar hukum yang digunakan Meta untuk membenarkan pengumpulan data pribadi pengguna untuk digunakan dalam iklan bertarget.
Google dan Apple juga menghadapi penyelidikan dan denda oleh regulator yang sama karena melanggar undang-undang privasi melalui iklan bertarget.
Di AS, Meta dan raksasa media sosial lainnya sebagian besar menghadapi pengawasan dari otoritas lokal. Perusahaan raksasa teknologi itu berupaya melobi pembuat kebijakan UU sehingga membuat kongres terbelah.
Sekolah umum di Seattle, pada Minggu lalu mengajukan gugatan terhadap sejumlah raksasa teknologi, termasuk Meta, karena diduga menyebabkan kerusakan mental, depresi, dan kecemasan di kalangan siswa.
Pejabat sekolah umum itu mengatakan mereka meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial atas kerugian yang mereka timbulkan pada kesehatan sosial, emosional, dan mental siswa. (AFP/M-3)