Di kabin lokomotif, Katsunori Takemoto tampak siap menjalankan kereta api kecilnya yang hanya terdiri dari dua gerbong. Pria berusia 60 tahun itu akan membawa segelintir penumpang melewati pedesaan di Provinsi Chiba, Jepang. Seperti usia sang masinis yang memasuki senja, kereta tua itu juga berjalan tertatih-tatih, baik dalam hal waktu tempuh maupun sisi bisnis.
Seperti banyak jalur kereta api kecil yang melintasi pedesaan Jepang, kereta api berusia 60 tahun yang melewati rute ini merugi. Namun, mulai tahun lalu, Presiden Choshi Electric Railway yang mengoperasikan kereta ini, melakukan strategi pemasaran dengan mengandeng bintang pop dan youtuber, serta menyediakan cinderamata bermerek, sambil membantu mempromosikan wilayah yang berada di sepanjang jalur itu.
"Saya sangat yakin bahwa ini adalah misi dari semua kereta api lokal. Kami ingin menjadi sarana periklanan bagi masyarakat," kata Takemoto kepada AFP.
"Kota-kota tanpa kereta akan mati. Jadi pembangunan kembali kereta pedesaan harus dilakukan sebagai bagian dari pembangunan kembali masyarakat," imbuhnya.
Ledakan ekonomi
Jalur kereta api di pedesaan Jepang adalah warisan ledakan ekonomi yang dialami negara itu selama tahun 1970-an, namun kini mulai kehilangan penumpang. Hal itu antara lain disebabkan depopulasi karena para pemuda di desa hijrah ke kota. Bahkan, beberapa desa dikosongkan sama sekali. Selain urbanisasi, kepemilikan mobil, angkutan truk dan pandemi Covid-19, juga telah menghancurkan pendapatan operator kereta lokal semacam ini.
"Kami melakukan sebisanya. Jika kami membiarkan segala sesuatunya apa adanya dan tidak melakukan apa-apa, sistem transportasi umum yang berkelanjutan akan berantakan," kata Menteri Perhubungan Saito, awal tahun ini.
Menurut Kementerian Transportasi Jepang, dari 95 perkeretaapian kecil negara itu, di luar wilayah perkotaan atau jaringan regional utama, sebanyak 91-nya mencatat defisit pada tahun lalu. Kondisi itu, sangat kontras dengan jalur perkotaan yang menguntungkan seperti Central Japan Railway, yang mengoperasikan shinkansen superekspres antara Tokyo dan Osaka. Trayek itu justru memperoleh laba bersih hampir 400 miliar yen untuk tahun ini.
Operator kereta besar ini sebetulnya dapat memberikan subsidi silang dari keuntungan yang didapatnya untuk membantu layanan pedesaan. Namun, faktanya itu tidak terjadi. Bahkan industri raksasa Kereta Api Jepang Timur (JR East), yang melayani 13 juta penumpang setiap hari di Tokyo dan Jepang timur, menolak memberikan subsidi.
"Kami telah melakukan semua yang kami bisa untuk meningkatkan penggunaan dan memangkas biaya," kata Takashi Takaoka, pejabat eksekutif JR East, kepada wartawan tahun ini. "Faktanya memang ada daerah di mana kereta api bukan moda transportasi terbaik," ujarnya.
Bisnis Sampingan
Namun, tidak semua orang setuju dengan pendapat itu. Gubernur dari sekitar separuh wilayah Jepang telah mengajukan permohonan bersama kepada menteri transportasi agar tidak menutup rute pedesaan. Mereka mengingatkan jika tindakan itu dilakukan bakal mengancam sektor pariwisata. Selain itu, hal tersebut juga membutuhkan biaya tambahan untuk menyediakan alternatif transportasi lain seperti bus.
Akan tetapi, para ahli berpendapat perubahan tidak dapat dihindari dan masyarakat perlu melakukan inovasi, termasuk pemanfaatan transportasi tanpa pengemudi.
Namun, untuk saat ini, jalur seperti yang dilewati Takemoto, tetap bertahan. Pihak operator Choshi Electric Railway, setidaknya kini menghasilkan 80% pendapatannya dari luar ongkos layanan transportasi, termasuk dengan menjual keripik pedas.
'Mungkin saatnya akan tiba ketika layanan kami sebagai perusahaan kereta api tidak lagi dibutuhkan. Tapi sekarang belum waktunya,' kata Takemoto. (AFP/M-3)