DUA siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Medan, Muhammad Rayyan Doli Rangkuty dan Zakaria Rafi, baru-baru ini berhasil meraih penghargaan bergengsi di ajang internasional dengan meraih medali emas di kompetisi 9th Macao International dan Invention Expo (MiiEX) 2021. Sebelumnya, mereka meraih medali perak di ajang National Science Indonesian Adolescents (NASFIA) 2021 sehingga berhak mewakili Indonesia di MiiEX 2021.
MiiEX adalah salah satu internasional yang memberi kesempatan kepada para peneliti muda dalam menunjukkan hasil penemuan dan inovasi, mulai dari teknologi hingga desain.
Dengan tekad untuk menjadi anak bangsa yang berperan dalam masya rakat, keduanya menciptakan aplikasi ABAD.
Apa sih aplikasi ABAD? Yuk, simak obrolan Muda bersama kedua peneliti muda ini via daring, Selasa (11/1). Kepada Muda, mereka menjelaskan bagaimana ide membuat aplikasi ABAD, pengalaman mengikuti kompetisi internasional, pengaruh lingkungan hingga berbagi pengalaman positif yang memicu semangat kebaikan dan prestasi.
Halo Rafi dan Rayyan. Bagaimana kompetisi MiiEX tahun ini?
Rafi : Ajang Macao ini diadakan secara hybrid. Macao ini berfokus pada bagian-bagian invensi. Invensi yang kami tawarkan sendiri itu adalah ABAD, yang berfokus untuk memberi dampak besar pada anakanak disabilitas yang terdampak bencana.
Dalam ajang ini, karena kategori yang disediakan tidak sesuai dengan ide kami, kami pilih ‘others’ dan memilih kategori disabilitas, anak, dan bencana. Kami sempat meragukan diri kami sendiri saat melihat proyek-proyek dari peserta lainnya, tetapi tidak mematahkan semangat kami untuk terus maju dalam ajang ini.
Persiapannya bagaimana?
Rayyan: Persiapannya kurang lebih dari Oktober 2021, kurang lebih tiga bulan hingga ajang invensi Macao ini diadakan di Desember. Untuk ide awal dari ABAD ini, kami melihat di Indonesia banyak terjadi bencana, lalu anak-anak disabilitas pun juga terdampak seperti saat keluarga mereka yang kehilangan pekerjaan.
Bagaimana latar belakang lahirnya aplikasi ABAD ini?
Rafi : Kami belum menemukan solusi tepat dari permasalahan anakanak disabilitas yang terdampak bencana, mulai karena dari covid-19, banjir di Medan, sampai situasi seperti baru-baru ini letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Jadi, ABAD ini platform yang mempersiapkan bukan hanya preventif dalam bentuk edukatif, tapi juga saat bencana maupun pascabencana.
Proses awal penciptaannya seperti apa?
Rafi : Prosedurnya dimulai dulu dari requirement analysis dan definisi, dengan mengumpulkan apakah masalah ini dibutuhkan dan prioritas, kemudian didefinisikan kebutuhan anak-anak disabilitas yang tinggal di daerah rawan bencana.
Kami menyebarkan sejumlah kuesioner dari mulai anak-anak sampai penyandang disabilitas di daerah rawan bencana. Penyebarannya dibantu teman-teman di forum anak, dan kalau di Medan bisa ditanyakan langsung. Kami menemukan, terutama di era 4.0 dan covid-19 ini, gawai adalah pilihan sebagai solusi dalam bentuk preventif, saat, dan pascabencana.
Sebelumnya, kami menawarkan bukan dalam bentuk aplikasi, tetapi lebih mengarah kepada toolkit yang preventif dan edukatif. Namun, ketika kami usulkan ke teman-teman, mereka katakan ini sulit digunakan untuk anak disabilitas karena sulit dari segi harga dan jangkauan.
Bagaimana respons pengguna terhadap ABAD?
Rafi : Dalam ajang ini, ABAD masih dalam bentuk prototype, belum diimplementasikan ke anak-anak disabilitas. Ada kendala pendanaan untuk aplikasi sehingga belum memungkinkan untuk dipasarkan secara luas.
Fitur prototipe ABAD yang kami siapkan untuk pencegahan bencana, layanannya berisi informasi mulai artikel, video, data dan permainan. Saat bencana, lebih kepada to do list apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Ketika pascabencana, jadi kalau kamu terdampak bencana, apa yang dapat kamu lakukan. Kira-kira seperti itu.
Bagaimana tantangan ajang invensi internasional ini?
Rayyan: Tantangannya dari segi waktu. Saat kami mengetahui informasi tentang kompetisi ini, kurang lebih kami mempersiapkan untuk kompetisi skala internasional ini sekitar dua minggu mulai dari translate proyek di NASFIA 2021 hingga mengembangkan proyek ini menjadi lebih detail. Kalau di NASFIA, kami mengambil bidang sosial untuk proyek ABAD.
Seperti apa pengalaman yang didapatkan?
Rayyan: Pengalaman dari segi percaya diri. Dari kompetisi ini, saya bisa meningkatkan kepercayaan diri untuk menampilkan karya-karya saya dalam mempresentasikan invensi-invensinya.
Rafi: Dulu penelitian itu satu kompetisi saja bisa memakan waktu enam bulan, tapi sekarang ini, penelitian dilakukan lebih cepat. Lalu, situasi pandemi membuat kita harus beradaptasi untuk menghadapi kompetisi lain ke depannya.
Dalam ranah penelitian, fokus kalian kepada penelitian seperti apa?
Rafi: Penelitian pada umum nya ada tiga bentuk yang populer, pertama invensi semacam solusi yang kamu tawarkan dalam bentuk ciptaan. Kedua, eksperimen atau percobaan. Ketiga observasi. Untuk tim kami berfokus kepada invensi, penyelesaian masalah dengan solusi praktis. Karena kami berharap dapat memberikan manfaat yang besar pada orang-orang di sekitar.
Rayyan: Bidang yang kami lebih banyak ikuti adalah bidang sosial karena kami yakin sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Kami mencari masalahmasalah yang ada di sekitar kita dan memberikan solusi yang berdampak besar untuk masyarakat.
Sejak kapan tertarik dalam bidang ini?
Rayyan: Dari awal masuk SMA, kami sudah mengikuti ekskul karya ilmiah remaja (KIR) di sekolah namanya KIRMANDA. Yang saya lihat memang lebih banyak kompetisi karya ilmiah di SMA dan memang dari awal masuk ekskul di SMA saya ingin ikut kompetisi dalam bidang karya ilmiah. Ketertarikan sudah ada sejak dulu saat SMP, saya melihat abang saya sering pergi ke luar kota mengikuti kompetisi.
Rafi : Kalau tertarik dalam karya ilmiah baru kelas tiga SMP, itu saat saya melihat kakak ikut ekskul KIRMANDA juga. Dia cerita kalau pengen menyelamatkan banyak orang. Jadi, sejak SMP sudah terpatri kalau saya harus beri manfaat kepada orang. Jadi, mulai dari SMP saya mencari cara untuk memberikan dampak kepada banyak orang sambil mengasah kemampuan di berbagai kompetisi. Yang saya lihat juga jika penelitian itu banyak memberikan dampak besar untuk umat manusia.
Lalu, dalam hal ide, bagaimana kalian menemukan ide solusi yang dibutuhkan oleh banyak orang?
Rafi : Pertama, cek karya-karya dari pemenang-pemenang sebelumnya. Kedua, solusi terbaik yang bisa dilakukan dengan melihat masalah yang ada di sekitar kita, seperti Google, Facebook, YouTube dan lainnya itu hadir karena adanya masalah-masalah di sekitar. Karena layaknya sebuah pepatah, masalah atau kebutuhan adalah ibu dari penemuan.
Apa rencana kalian setelah lulus sekolah?
Rayyan: Rencananya akan mengambil fakultas kedokteran UI karena dokter itu cita-cita saya dari kecil dan kebetulan mama juga seorang dokter spesialis anak yang membantu juga dalam menciptakan aplikasi ABAD ini. (M-2)