Berbeda dengan platform media sosial lainnya, Tiktok sedari awal kemunculannya, kerap jadi perbincangan banyak orang. Popularitasnya yang terus menanjak harus dipahami dampaknya. Phenomenologist dan dokter estetik dr. Abelina D Fitria MM, MARS, Dpl AAAM, mengungkapkan bahwa setidaknya ada enam efek negatif yang dihadirkan Tiktok terhadap generasi muda yang meliputi Generasi Z, Alpha dan generasi X, baby boomers (remaja dan orang tua).
Yang pertama, menurut dokter lulusan Universitas Pelita Harapan dengan predikat summa cum laude ini, tiktok kerap menjadi sumber informasi sesat. Akun Tiktok anonim bisa membuat informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya untuk kemudian disebar secara berulang-ulang dengan sangat mudah. “Pengguna terkategori vulnerable (polos/rentan) biasanya akan menelan informasi secara bulat-bulat tanpa melakukan cross-check, lalu langsung ikut menyebarkan informasi sesat tersebut tanpa memikirkan beban konsekuensi dari perbuatannya,” demikian jelas Abelina ketika ditemui di sebuah kesempatan di Jakarta, belum lama ini. Dia menambahkan, kasus paling banyak yang dia temukan sendiri adalah perihal trend perawatan kulit sesat di Tiktok.
dr. Abelina D Fitria MM, MARS, Dpl AAAM
Contohnya memakai micin sebagai perawatan kulit. “Hal tersebut sungguh tidak masuk akal tetapi karena usersnya polos, tidak kritis, jadinya diikuti saja. Mereka tidak berpikir jangka panjang. Banyak pasien remaja yang kulitnya hancur karena mengikuti tips kecantikan tiktok dan juga banyak orang tua yang menghabiskan puluhan juta untuk produk yang tidak ada efeknya ke kulit,” tukas dokter yang praktek di Dazzel klinik Pondok Indah ini.
Contoh informasi sesat lain yang sudah tua tapi kembali lagi seperti odol untuk jerawat. Banyak juga user radikal yang tidak memiliki basis medis atau melakukan penelitian seperti gerakan anti-lasik yang mengatakan bahwa lasik adalah penipuan berdasarkan pengalaman pribadi dirinya saja. “Sampel hanya 1 orang tapi yang percaya informasi seperti itu sungguh banyak. Padahal, alternatif yang diberikan oleh user tersebut lebih berbahaya, karena menggunakan teknologi koreksi visus baru yang tidak ada penelitiannya,” Kata dr Abelina.
Dampak negatif kedua, kata dokter yang mengantungi diploma American Association of Aesthetic Medicine (AAAM) itu, adalah memperpendek attention span, Menurut beliau, penelitian Dr. Julie Albright menyebutkan, tampilan Tiktok sengaja didesain untuk melakukan ‘swipe’ yang dalam jangka panjang membuat users terbiasa melihat video pendek. Dari penelitian per 2021, rata-rata attention span users tiktok adalah 21-34 detik sedangkan 3 detik pertama video adalah penentu sebuah video akan ditonton atau tidak. “Hal itu, memperburuk poin 1 dimana menonton video tidak selesai, informasi yang disampaikan jadi salah lalu disebarkan. Dari penelitian juga dikatakan interface tiktok memicu dopamine receptor pada otak yang membuat usersnya kecanduan,” tukasnya. Kondisi tersebut, lanjut dr Abelina, sungguh buruk untuk masa depan pemikiran kritis yang dibutuhkan untuk kemajuan manusia sebagai spesies.
Mudahnya membuat akun Tiktok, mengaibatkan efek negative ketiga berupa Cyberbullying. Akun-akun palsu dibuat untuk melakukan penghinaan atau trolling, dan ujungnya perundungan terhadap pihak lain. “Saya mengalami sendiri cyberbullying terparah seumur hidup saya yang diakibatkan informasi sesat, marketing stunt gagal dan tidak bertanggung jawab (waktu itu posisi saya hanya sebagai model professional). Teman saya yang dokter juga seringkali terkena cyberbully di tiktok. Ketika influencer biasa salah, itu dimaklumi tetapi ketika kita dokter, walau topik yang kita bicarakan bukan soal kedokteran, kita akan diancam kredibilitas sebagai dokternya. I just think that’s not even unfair anymore, that’s ridiculous.”
Dampak negatif keempat, lanjut dr Abelina yang merupakan seorang model professional sehingga banyak bertemu generasi muda, Tiktok mengubah pola pikir generasi muda dan juga tua. “Dampak ini sesungguhnya general social media, yaitu membuat users merasa bahwa sukses adalah hal yang gampang dan kerja keras adalah big no. Mereka merusak makna asli dari ‘work smarter, not better’. Banyak sekali generasi muda yang berhenti sekolah karena berpikir bisa mencari uang selamanya dari Tiktok dan seramnya lagi mereka adalah anak-anak which leads to my next point,” paparnya.
Dampak negatif kelima dan paling serius, kata dia, Tiktok menjadi sarang predator dan ch*ld por*ography (CP). “Silakan digoogling dengan kata kunci ‘tiktok predator cp’. Hasilnya bikin shocked. Bahkan aplikasinya sendiri merekomendasikan konten cp. Membuat akun tiktok sangat mudah bahkan anak usia 10 tahun bisa melakukannya, mereka polos dan tidak tahu bahwa memakai pakaian vulgar atau berjoget dengan gerakan sugestif berbahaya untuk mereka. Di sisi lainnya, banyak sekali predator yang berpura-pura jadi remaja untuk ekspolitasi mereka,” papar Abelina sambil merujuk pada hasil reportase CBN News dengan judul ‘Parents Beware: Tiktok reportedly has major CP problem’. Menurut beliau, banyak reportase lainnya yang menunjukkan bahwa banyak hal negatif dari Tiktok.
Efek negatif keenam, lanjut dr Abelina yang mengantungi S2 Master of Business Administration dan Magister Administrasi Rumah Sakit, Tiktok melahirkan banyak bintang dengan star syndrome, karena ketenaran yang diperoleh secara instan. “Dengan algoritma tiktok yang acak, banyak sekali pekerja produktif yang berhenti kerja untuk menjadi full-timer tiktoker hanya untuk kehilangan aspek viral beberapa tahun atau bulan kemudian. Jadinya seperti judi,” tukasnya menutup perbincangan. (OL-12)