Berkembangnya digitalisasi tak hanya memberi dampak positif pada kemudahan dalam aktivitas sehari-hari. Namun juga muncul risiko dari penipuan siber, tersebarnya informasi pribadi hingga pelecehan sekaual di ranah daring.
Survei dari Plan Internasional pada 14.000 perempuan usia 14-25 tahun di 22 negara pada 2019 menyatakan sebanyak 59% perempuan mengalami pelecehan online. Sementara itu 50% partisipan menyatakan lebih sering terjadi pelecehan daring dibanding luring.
"Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) paling umum terjadi di media sosial," kata Pengusaha dan Digital Trainee, Graphologist Diana Aletheia di Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (14/7).
Dia mengatakan, KBGO adalah segala bentuk kekerasan yang bertujuan menyerang gender dan seksualitas baik orang atau pihak lain yang difasilitasi teknologi internet. Adapun KBGO selama pandemi meningkat, menurut data Komnas Perempuan di tahun 2017 terdapat 65 kasus dan meningkat menjadi 940 kasus pada 2020.
"KBGO patut diwaspadai dengan mengenali upaya atau ciri-ciri tindakan KBGO, antara lain cyber grooming di mana korban biasanya sengaja didekati namun hanya untuk dimanfaatkan atau diperdaya. Ada pula cyber harrasement yakni korban dilecehkan atau ditakut-takuti secara dariing," katanya lagi.
Beberapa tindakan yang termasuk dalam upaya KBGO adalah hacking, memata-matai untuk peretasan dan pencurian informasi pribadi milik korban secara ilegal. Tindakan pelecehan yang juga sering dialami di ranah yakni mengirim pesan berbau seksual atau pornografi texting dan memanfaatkan konten pornografi untuk memeras dan mengancam korban.
Lebih jauh mengenai dampak KBGO bisa meliputi psikis seperti depresi yang dialami korban, hingga bisa memunculkan keinginan bunuh diri. Kemudian secara sosial, korban bisa saja menarik diri dari kehidupan publik termasuk keluarga dan teman-temannya. Dari segi ekonomi, korban bisa kehilangan mata pencaharian dan penghasilan karena mengalami pencemaran nama baik yang beredar di lingkungannya. (Ant/OL-12)