26 April 2021, 02:00 WIB

Memenuhi Janji Adalah Mutlak


Quraish Shihab |

PEMBAHASAN Tasfir Al-Mishbah kali ini masuk pada surat baru, yakni surah Ash-Saff yang berarti barisan. Di awal surat yang memiliki 14 ayat ini, Allah kembali mengingatkan bahwa semua makhluk yang ada di langit ataupun bumi senantiasa bertasbih kepada-Nya.

Bertasbih ini dalam arti semua yang ada di langit dan bumi tunduk dan patuh kepada ketentuan Allah, yang dalam bahasa ilmuwan sering disebut hukum alam, tetapi dalam bahasa agama disebut hukum Allah. Disebutkan, dalam pandangan Islam, alam berjalan dengan kehendak Tuhan, tetapi hukum alam itu tidak selalu mutlak seperti itu karena kehendak Allah bisa saja mengubahnya.

Ayat selanjutnya menjelaskan mengenai sikap kaum muslimin yang bertanya amal apa yang disukai Allah dan berjanji dirinya akan melakukannya. Namun, ternyata setelah Allah menjawab yang disukainya ialah berjihad baik fisik maupun jiwa, tidak ada satu pun orang yang mengerjakannya.

Allah mengecam hal tersebut. Bagi beberapa ulama, ayat ini berlandaskan bahwa pemenuhan janji itu bersifat mutlak. Allah tidak menyukai orang yang menyampaikan janji, padahal tidak akan dilakukan.

Ayat selanjutnya, Allah bahkan menjelaskan beberapa hal yang disukai-Nya, yakni Allah suka orang yang berbuat baik walaupun kepada orang yang bersalah kepadanya, Allah mencintai orang yang bertakwa, Allah suka dengan orang yang bersabar, Allah suka orang yang menyucikan diri baik jasmani dan rohani, dan Allah suka orang yang bertawakal.

Allah menilai ucapan umatnya dari hati dan tekad. Jika memang benar-benar berniat melakukannya, Allah bahkan akan turut membantunya. Oleh karena itu, ada yang mengatakan niat seorang mukmin lebih baik dari amalannya. Hal ini lantaran beberapa alasan, di antaranya, pertama, Allah tidak menerima suatu amalan yang niatnya bukan karena allah. Kedua, Allah bisa menilai sesuatu itu ialah kebaikan walaupun belum mewujudkannya.

Ketiga, niat itu produk manusia, sedangkan wujudnya ialah amal. Kelihatannya produk manusia, padahal ada bantuan Allah. Hal ini sama halnya dengan puasa yang mana arti niat dan tekad untuk melakukannya ialah karena Allah.

Pada ayat ketiga dijelaskan, konsekuensi dari kecaman Allah itu ialah kebencian di sisi Allah. Sama seperti halnya cinta, Allah tidak menjelaskan secara detail bentuk atau sanksi kebencian itu, tapi beberapa ulama menyebutkan kebencian itu ialah yang terberat.

Dikatakan, firman Allah menyebutkan, apabila Allah mencintainya, penglihatannya ialah bagian dari penglihatan-Ku, pendengaran yang digunakannya ialah telinga-Ku, tangan yang digunakan untuk menggenggam ialah tangan-Ku, kaki yang dilakukannya untuk melangkah ialah kaki-Ku.

BERITA TERKAIT