APA yang menonjol dan bisa dipetik dari ajang Piala Dunia 2022? Mantan pelatih Arsenal Arsene Wenger dan mantan pelatih Jerman Juergen Klinsmann sama-sama melihat bahwa Piala Dunia kali ini mengembalikan permainan melalui sayap.
Bahkan Wenger berani mengatakan, siapa yang memiliki penyerang-penyerang sayap yang andal, merekalah yang akan mengangkat piala pada 18 Desember mendatang. Mengapa? Karena semua kesebelasan di putaran final mempunyai pertahanan yang kuat di tengah. Akibatnya sulit bagi sebuah tim apabila ingin menembus pertahanan lawan dari jantung lapangan.
Dengan menyerang melalui sayap, pertahanan lawan dipaksa untuk lebih melebar. Otomatis itu akan membuat ruang di tengah menjadi terbuka dan memungkinkan untuk melakukan penetrasi.
Tim yang bisa mengoptimalkan serangan melalui kedua sayap berpeluang untuk bisa membobol gawang lawan lebih banyak. Apalagi kalau dua bek sayap juga aktif untuk ikut menyerang lewat sayap.
Inggris bisa berpesta gol ke gawang Iran karena bermain dengan pola 4-3-3 yang aktif menyerang dari sayap. Mereka bahkan menjadi tim paling produktif dengan mencetak 12 gol dalam empat pertandingan yang dimainkan atau rata-rata tiga gol dalam setiap pertandingan.
Ada empat penyerang sayap andal yang dimiliki Inggris, yaitu Marcus Rashford, Raheem Sterling, Bukayo Saka, dan Phil Foden. Tim asuhan Gareth Southgate juga memiliki bek sayap yang agresif seperti Luke Shaw, Kyle Walker, Kieran Trippier, dan Trent-Alexander Arnold.
Portugal juga sangat produktif karena aktif menyerang dari sayap melalui Bruno Fernandes dan bek Diogo Dalot yang menyerang dari sayap kanan serta Joao Felix dan Raphael Guerreiro dari sayap kiri. Tim asuhan Fernando Santos juga telah menyarangkan 12 gol hingga 16 besar.
Tim ‘Samba’ Brasil-lah yang pertama kali mengintroduksi pola bermain menyerang melalui dua sayap. Ketika pertama kali menjadi juara dunia pada 1958, Brasil memainkan dua penyerang sayap yang ditakuti pada masa itu, Garrincha dan Mario Zagallo.
Dengan materi pemain yang sama, Brasil memenangi Piala Dunia untuk kedua kalinya empat tahun kemudian di Cile. Brasil menjadi satu satunya negara yang pernah dua kali menjadi juara dunia secara berturut-turut.
Kejayaan Brasil selalu bisa diraih ketika mereka memiliki dua pemain sayap yang hebat. Di ajang Piala Dunia 1970, ‘Tim Samba’ meraih Jules Rimet Cup ketiga saat memiliki Jairzinho dan Tostao. Saat merebut Piala Dunia 1994, dua penyerang sayap Brasil ialah Bebeto dan Zinho yang memasok bola untuk Romario.
Brasil baru kembali ke puncak kejayaan saat Piala Dunia digelar di Jepang dan Korea Selatan pada 2002. Ketika itu ‘Tim Samba’ memiliki 3R, yakni Rivaldo, Ronaldo, dan Ronaldinho yang mana Rivaldo dan Ronaldinho beraksi dari kedua sayap untuk menopang Ronaldo.
Kini, pelatih Tite bertumpu kepada penyerang dari sayap. Ia bisa menduetkan Raphinha dan Vinicius Jr atau Rodrygo dan Vini atau Antony dan Vini. Gaya ‘Samba’ bisa lebih optimal karena Brasil memiliki Richarlison sebagai target-man dan Neymar Jr yang menjadi second striker.
Pertarungan sayap
Salah satu partai perempat final yang banyak ditunggu pencinta sepak bola ialah pertemuan antara Inggris dan Prancis. Itu pertemuan pertama di antara kedua kesebelasan di ajang Piala Dunia dalam 40 tahun terakhir.
Pelatih Southgate terkenang pada partai yang pernah berlangsung di Piala Dunia Spanyol 1982. Ketika itu Southgate berusia 11 tahun dan pertama kali menyaksikan pertandingan Piala Dunia dari televisi. Southgate sangat terkesan oleh penampilan bintang muda Manchester United, Bryan Robson, yang menjadi bintang lapangan.
Baru 27 detik pertandingan berlangsung, Robson mampu membobol gawang Prancis. Dua gol dipersembahkan kapten kesebelasan Manchester United pada pertandingan itu untuk membawa kemenangan Inggris 3-1 atas Les Bleus.
Penampilan Robson itulah yang membawa Southgate menjadi pemain sepak bola. Southgate kemudian menjadi pemain utama Inggris di Piala Eropa 1996 sebelum kemudian dipercaya menjadi pelatih Inggris.
Dini hari nanti, Southgate berharap bisa mengikuti jejak idolanya untuk membawa Inggris mengalahkan kembali Prancis. Kemenangan akan sangat berarti karena berarti membawa the Three Lions untuk kedua kalinya lolos ke semifinal Piala Dunia.
Pertemuan dini hari nanti akan sangat menarik karena tidak hanya sama-sama menampilkan bintang-bintang muda, tetapi juga menjadi pertarungan untuk sama-sama mengeksploitasi daerah sayap. Prancis mempunyai kartu as, Kylian Mbappe, yang merupakan penyerang sayap kiri paling berbahaya saat ini. Bersama Ousmane Dembele yang beraksi dari kanan, Les Bleus bisa sangat menakutkan.
Untuk itulah Southgate berharap Walker bisa tampil dan mengisi posisi bek kanan. Bek asal Manchester City itu dikenal tangguh dan tidak akan mengenal kompromi untuk menjaga Mbappe.
Gelandang bertahan Adrien Rabiot tahu bahwa Mbappe akan menjadi perhatian utama pemain belakang Inggris. “Namun, kami tidak khawatir kalaupun Mbappe dijaga ketat karena kekuatan kami tidak hanya ada Mbappe,” ujar gelandang asal Juventus itu.
Inggris pun sadar bahwa mereka harus mengambil inisiatif permainan agar tidak dikendalikan Prancis. Pengalaman 1982 itulah yang ingin diulangi Southgate, yakni anak-anak asuhannya harus menekan sejak awal dan sedini mungkin membobol gawang Hugo Lloris.
Kapten kesebelasan Harry Kane memegang peran penting guna mengajak rekan-rekan yang lebih muda untuk lebih percaya diri. Rashford, Foden, dan Saka bisa menjadi pilihan pertama untuk ditempatkan sebagai penyerang sayap sekaligus untuk mencegah dua bek Prancis, Jules Kounde dan Theo Hernandez, leluasa ikut menyerang.
Dengan kompetisi yang lebih baik, Inggris beruntung memiliki pemain yang lebih matang dan teruji dalam pertandingan besar. Itulah yang membuat Inggris lebih diunggulkan untuk bisa mengalahkan Prancis.
Hanya saja, Le Bleus memiliki playmaker yang lebih matang, yaitu Antoine Griezmann. Gelandang asal Atletico Madrid itu memiliki wawasan permainan yang luas dan kreatif untuk menciptakan peluang bagi ujung tombak seperti Oliver Giroud. Kelemahan Inggris di jantung pertahanan bisa dioptimalkan anak-anak asuh Didier Deschamps.
Namun, Harry Maguire yang menjadi titik lemah Inggris menegaskan bahwa tim Inggris sekarang ini berbeda dengan empat tahun lalu. “Kali ini kami lebih kompak dan lebih percaya diri kalau kami mempunyai kemampuan untuk bisa menjadi juara dunia,” tegas kapten kesebelasan Manchester United itu. Kita tunggu siapa yang lebih hebat antara Inggris dan Prancis.