MENINGGALNYA ratusan penonton sepak bola selepas laga Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan membuat Ulama Muda Jatim, M. Habibi angkat bicara.
Tragedi, yang dilaporkan menewaskan sekitar 180 orang ini disebut-sebut merupakan peristiwa memalukan bagi dunia pesepakbolaan Indonesia.
Habibi mengatakan korban tewas bukan karena suporter yang turun ke lapangan, melainkan karena panik saat aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Ia menjelaskan gas yang membuat mata sakit dan dada sesak itu mengakibatkan para penonton berusaha menyelamatkan diri keluar dari stadion. Namun, karena pintu terlalu kecil dan tidak ada jalur evakuasi, mereka saling berhimpitan hingga kehabisan nafas.
Padahal, aturan dalam dunia persepakbolaan dengan tegas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
"Sesuai Aturan FIFA, penggunaan gas air mata saat pertandingan sepak bola memang dilarang. FIFA menulis aturan dengan pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan. Bunyinya, "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," kata Habibi dalam keterangan tertulis, Senin (3/10).
"Tapi, fakta di lapangan kenapa polisi cara menyelesaikanya dengan menembakan Gas Air mata ke beberapa tribun? Padahal hal tersebut sudah menyalahi aturan FIFA. Ataukah polisi tidak tahu protap pertandingan sepak bola nasional?," tanyanya.
Ia juga mengatakan bahwa Kapolda Jatim dan Kapolres Malang harus bertanggung jawab dengan adanya tragedi ini, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus tegas dengan mencopot Kapolda Jatim dan Kapolres Malang, karena polisi sebagai penanggung jawab penuh keamanan selama pertandingan.
"Apalagi, menurut kabar yang saya dengar, Nico, selaku Kapolda Jatim, tidak terlihat di lokasi. ini fatal sekali. Kejadian seperti ini tapi Kapolda tidak terlihat," kata mahasiswa Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Pascasarjana Universitas Indonesia ini.
Selain Itu, ia juga menilai Ketum PSSI Mochammad Iriawan juga harus mengundurkan diri dari jabatanya.
"Harusnya malu dan sadar diri, pasalnya tragedi kanjuruhan merupakan sejarah terburuk di persepakbolaan Tanah air. Kita bisa lihat usia sepak bola negara kita ini sudah tidak muda lagi, harusnya skema pertandingan dan keamanan penonton harus menjadi perhatian khusus," pungkasnya. (RO/OL-1)