Ilustrasi: Isaac Levitan
Bulan Pisahkan Kita...
Bulan demi bulan pisahkan kita,
tak tahu aku di mana kau berada,
butiran salju dan empasan debu
telah menghapus jejak langkahmu.
Rumah atau kota besar
menutupi keberadaanmu,
apakah kau masih ingat
atau lupa nama asliku?
1920
Tak Bergairah
Jiwaku lelah tak bergairah, dari
surya redup sampai bahagia muncul,
cahayamu lembut penuh ceria,
serupa rinai salju yang tenang.
Keceriaan ini nyaris terseret
oleh terang bintang-gemintang,
namun seberkas sinar kebahagiaan
pun tak kan pernah muncul kembali.
1920
Darahku Membeku
Darah di tubuhku membeku
terasa panjang ini perjalanan.
Berlayar, arungi seluruh dunia;
menyusuri sungai dan lautan.
Samudera membentang,
kulihat ikan-ikan tanpa
alis mata, ekor, dan sisik...
Tak satu pun tahu, ternyata
akulah lilin tanpa benang.
Aku menunggumu di laut,
dalam sapuan gelombang, kutengok
rembulan mirip mercusuar.
Aku lemah di sini, sedang di sana
kau ramai dengan hiruk-pikuknya.
Lebih baik ditemani seekor kepiting
daripada berdiam diri bersamamu.
Semoga Tuhan menyelamatkan
dan menjagamu dari amukan laut.
Biarkanlah aku lenyap perlahan
dalam dekapan, pelukan-Nya.
1920
Bulan demi bulan pisahkan kita, tak tahu aku di mana kau berada.
Seperti Kabut Turun Kemarin...
Seperti kabut turun kemarin
laut menjadi begitu gelisah,
seolah-olah musim gugur
benar-benar sudah datang.
Namun, kabut tipis itu tenang
kini dedaunan perlahan menguning,
dan cahaya matahari serupa bulan
bersinar di taman, walau tak hangat.
Kadang-kadang kabut adalah
penyakit yang tampak berbahaya,
perlahan-lahan turun selama sejam
begitu lembut, begitu indah.
1920
Daun Menguning dan Hari pun Pendek
Daun menguning. Hari pun pendek
(pukul enam, gelap gulita),
malam mulai segar dan basah
saat kau gegas menutup jendela.
Anak-anak belum selesai belajar,
rinai hujan seperti patahan jarum,
kadang-kadang terasa nyaman
bagai sinar matahari musim semi.
Istri menyiapkan makan malam
ketimun dan jamur dari kebun sendiri,
serta apel segar kemerah-merahan
bagai pipimu yang imut dan mulus.
1920
Segalanya di Bawah Bintang...
Segala sesuatu di bawah bintang
selalu siap untuk berubah-ubah.
Semua ada waktunya
begitu juga salju mencair.
Dan awan bulan Mei di granite
menumpahkan kesedihan.
Sinar rembulan memerak
almond.
Air berbau
dan berbusa,
seperti biasanya aku
akan pergi di musim semi.
Kita berpisah, sayangku,
cintaku.
Akankah kita bertemu
atau sama sekali tidak pernah?
1919
Tonton di sini: Pembacaan Puisi di Sajak Kofe
Tonton di sini: Pembacaan Puisi oleh Menkominfo Johnny G. Plate
Tonton di sini: Pembacaan Puisi oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo
Vera Mikhailovna Inber, lahir di Odessa, (kini: Ukraina), 28 Juni [10 Juli] 1890 dan wafat di Moskwa, Rusia, 11 November 1972. Seorang penyair Rusia, novelis, dan penerjemah. Pemenang II Hadiah Stalin (1946). Inber mulai menulis puisi sejak remaja. Awalnya, puisi-pusinya diterbitkan di surat kabar Odessa dan kemudian di majalah Solntse Rossii (The Sun of Russia). Semasa remaja, kesehatannya begitu buruk sehingga ia pergi berobat ke Swiss dan dari sana pindah lagi ke Prancis. Buku kumpulan puisinya yang terkenal yaitu Sad Wine diterbitkan di Moskwa pada 1914. Puisi-puisi di sini diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin, Pentas Grafika, Jakarta (2022). Ilustrasi header: Volga (1889), Isaac Levitan (1860-1900). Koleksi tetap House-museum of Isaac Levitan, Plyos, Russia. (SK-1)