Ilustrasi: Nengah Sujena
Perayaan
Angin dan laut dalam diriku
membawa kenikmatan; dibalsemi musim
setitik waktu dalam sebait subuh
sebatas makna pada kegaduhan
dan segores duka percintaan
Angin dan laut dalam diriku
melukai konstruksi waktu; Dora dan Sembada
dari sembako yang habis di dapur, hanya tersisa
sepiring nasi kuning yang lezat
dalam perayaan kematianku
2023
Masjid
Pada sebuah masjid di tanah kesunyian
ia terpenggal meninggalkan doa dan dosa
memberikan ibadah pada tubuh kefanaan
seperti mimpi yang mati dalam genggaman
tinggal Engkau, menjajaki setiap kemungkinan
dan setiap keluh yang datang dalam buku berjilid-jilid
sambil sesekali merayu dalam nestapa mesra
bahagia adalah ketika aku mengingatmu
membayangkan kedekatan sutera
bagai sepasang kekasih, dipisah waktu dan cemburu
namun sekali ini saja; bisakah aku tak pergi?
2023
Paradoks
Pada sebuah hari, sepangkal paha
kau pernah bergembira mengutip pesan
membenamkan kekuasaan dan pengetahuan
hanya dalam adegan selama dua jam saja
dengan penuh antusias dan kesenangan
membuat matamu berkaca-kaca di hadapan cermin
Memang, dalam seluruh peran yang kau alami
tidak sedikit juga tawaran yang menjanjikan oleh Polijan
namun kini bersenanglah sebagai akibat dari buah tubuh
yang bertahun-tahun kau bentuk dengan susah-payah
antara kemiskinan dan kesengsaraan
Lain waktu lagi, pada sebuah hari. Hari skabies
kau bahkan datang menangis dengan kulit darah dan penuh nanah
katanya; kau dipukuli oleh kebiasaan suamimu yang buruk dan licik
sambil menyiram oli dan menjilat-jilat lukamu
Sungguh kemarahan menjadi sebuah ketidakberdayaan
yang paradoks entah antara kasih sayang dan penganiayaan
sungguh berat dan rapat tertutup kulit;
borokmu hampir memuntahkan magma putih
lalu kau ingin mati: menderita atau bahagiakah?
2023
Gangguan Kedewasaan
Dingin menuruni dinding-dinding malam
menyebar di antara kasur dan selimut rasfur
terkumpul membahas kemalasan untuk sesekali hancur
menjadi bagaimana aku menjalani hidup yang kufur
Di luar, malam bersolek tambah mempesona
menempel pada pikiranku
yang ditunggangi sebuah gangguan kedewasaan
antara gagasan muntah dan secuil keringan muntaber
Besok pagi mungkin saja masih ada yang tersisa
dari dengkuranku menghadapi waktu kura-kura
seperti kisah yang pernah kualami sepekan
dan tahu, barangkali aku sudah tak biasa
menjadi dewasa
2023
Sepasang Kaki
Inilah kaki hitam
apa kaki dapat berkata denganmu?
Kaki kakek lelakiku yang luka
membawa langkah dari sudut akal
kaki-kaki purba yang menghabiskan perban zaman
menjadi geger dari jalan; menantang kaki kakak lelakimu
Inilah kaki putih
apa kau dikutuk?
Satu kaki yang sesekali kaku
menghabiskan kata serapah; kembang,
kembang edan berdaun kambing!
2023
Sepiring nasi kuning yang lezat dalam perayaan kematiaanku.
Kenangan
Kenanganku kepadamu, menciptakan bau vanili
memori yang menyelimuti tubuh
yang terbagi tiga dalam tradisi
menjadi lamaran yang berdedikasi
dalam beberapa patah kata;
“Aku mencintaimu
bahagia kini menjadi jantung
yang bertempo presto."
Kenanganmu kepadaku, menciptakan parkinson
memori nyeri yang tegang penuh bias
penuh ambisi yang basi dan penuh;
kurang dari kepercayaan
yang kau yakini dulu
dan sekarang menjadi apakah itu?
Hanya sedih yang hilang
dan mati yang hampir datang
Kesenanganku adalah kamu
dua gadis yang hilang di jalan aspal
yang dulu pernah kucintai sedemikian adagio;
sedemikian largo, sedemikian berkesan
serupa kembang yang disantet baunya
di kulit tubuh; bajuku kumal serta lusuh
selepas masa remajaku dahulu
Siang kini menciptakan panas
yang mengandung hawa kenangan
memori pada peristiwa kamu
dalam lapangan menjelang hari
yang berkisar sepi sendiri
merekam tubuh dalam dekapan cinta dan ingin
mendekap dalam ingatan yang bisu dan gelap
kamu menyadarkan aku tentang semuanya
Siang mengandung hawa kenangan
kini membawaku dalam kandungan
tentang: kejadian perang, sejarah, dan segalanya
yang tak mungkin kudapati dalam segala ilmu
yang pernah kupelajari dari guru-guru
Apa seseorang terlahir kembali
dalam tubuhku ataukah tubuhmu?
Menciptakan jalinan cinta lewat de javu
2023
Pesan-Pesan
Bila kau berkenan;
bahwa sekali ini saja
bawalah pesanku padanya!
Ini kisah tidak pernah kutulis
juga kabar tak pernah kau jumpai
dalam lembar dan halaman manapun
Ini pesan:
trend seharusnya menghidupi yang mati menjadi lebih mati
mengumpulkan yang hancur menjadi lebih hancur
dan menodai yang suci menjadi lebih suci
gone seharusnya diam di saku celana
sembunyi dalam pikiran untung dan hati buntung
Pesanku:
hidupilah hati yang mati, pikiran yang buntu, saku yang bolong, kesucian yang ternoda,
dan sejarah bangsa dalam ciptaan budi serta daya
2023
Buruan
Jam tua milik bapak kini sekarat
sebab waktu tak lagi bersetia dengan detik
kabut malam menjadi beku
terbuang dalam rongsokan menit
Di luar, kendaraan memaki aspal
dan polusi genit menggoda nafas, sesak sesaat
para penyair bermimpi tentang keadilan
para cendekiawan sibuk bikin rumus-rumus
siapa lagi kini buruanku?
Rasanya lama sekali
Tuhan menyetubuhi kita
dan kita menyetubuhi-Nya menjadi badan. Sadarkah?
Kesadaran dan cinta menjadi mati
terputus syaraf dan pembuluh darah
dari hubungan wajib dan mutlak di setiap detik
hidup menjadi terlalu jauh dari arti lahir
menyerahlah kini wahai buruanku. Buruan!
2023
Tonton juga: Kolaborasi Sajak Kofe dengan Kotak Band
Tonton juga: Menteri KLHK Siti Nurbaya Baca Puisi
Fuad Saifudin, sedang menekuni dunia tulis-menulis, lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 10 Februari 2001. Menamatkan pendidikan MA Muallimin Parakan, Temanggung. Kini, bekerja sebagai buruh di kota kelahirannya. Ilustrasi: Gunung Merah, 145 x 200 cm, 2022, Nengah Sujena. Koleksi Agung Rai Fine Art Gallery, Ubud, Bali. (SK-1)