Puisi-puisi Dmitry Sukharev

Ilustrasi: Oluf Høst 

Ars Poetica 

Tetua itu merasa seperti pemuda. Tetua itu merasa seperti budak. 
Melebur rasa takut yang berkecamuk. Sayang, puisinya terlanjur luntur. 
Penyair tua dan muda beranjak keluar, meninggalkan konsep abstrak. 
Mengalirkan ayat-ayat ke sel darah, menempati tetubuh yang lentur! 


Sang Penyair 

Penyair adalah pembawa damai, 
Pencipta dunia yang harmonis. 
Di rimba raya yang tenang ini, 
Cintailah yang tua dan yang muda. 

Penyair adalah guntur, 
Puisinya sebagai kilatan petir! 
Tersimpan di tempat anak panah, 
Yang dapat menggulingkan tirani! 

Dia adalah pemanah dan pegulat, 
Terus terang; dia petarung ulung 
Sekaligus pejuang! Namun, nekad! 
Pria sederhana nan pemberani! 

Penyair adalah polimatik, 
Di mana dia tidak diciptakan! 
Kasih membuatnya kaya raya 
Dan dipuja anak-anak negeri. 

Tak perlu tampak abu-abu dan botak! 
Penyair dapat menggerogoti tulangmu; 
Ini pesan dilontarkan Olav, sambil duduk 
Berselonjor santai di kursi empuk. 


Suatu Pagi di Musim Dingin 

Aku terbangun di pagi buta 
Kecemasan menjenguk tubuh 
Mengendus pelan dengan sopan 
Dan mencakar-cakar di tempat tidur. 

Hasrat pangeran yang diperbudak, 
Tergesa-gesa menaiki kasur 
Seseorang melompat, menggeram, 
Dan merobek kaus kakinya. 

Aku tak melihat logika belaka 
Dalam tindakanmu, teman: 
Tanpa alas kaki, bagaimanapun 
Aku tak akan jalan bersamamu! 

Jam berapa sekarang? Fajar terpaku. 
Gelap. Salju melayang. Tidak ada keluarga. 
Hanya seseorang tua berjalan dengan tongkat 
Dan berseru: ambillah! 

Mari berlari! Ke sana dan ke sini, 
Setengah jam berlalu begitu saja, 
Tapi di lantai lima terasa hangat 
Diterangi sinar lampu kuning. 

Pembuat kopi mendengus ketel 
Dan menyanyikan sebuah tembang. 
Tak ada orang yang menggeram 
Hanya mencintai keluarga seutuhnya. 

Ah, menit-menit berlalu, 
Aku tak memiliki kata-kata! 
Sayang, ucaplah sayonara kepada ayahmu, 
Ia hanya seorang pengabdi kebebasan. 

Harapan penuh keniscayaan kini 
Mari, lekas kita bergegas ke sana, 
Di rumah, seseorang telah menunggu 
Untuk apa? Untuk perjamuan malam. 


Gang 

Di Melnichnoye, 
Dekat pabrik penggilingan tepung, 
Aku menembukan dirimu setahun silam 
Abadi – Membayangkan usia. 

Aku menggali parit-parit 
Dan kau datang bertamu 
Di hari yang sama, setelah istirahat 
Lima puluh tahun. 

Apa itu lima puluh? 
Bertahun-tahun ketika aku berkeliaran 
Cabang-cabang bergantungan bersama 
Pada abad terakhir dan kemarin. 

Kenangan ini terasa ringan daripada bulu burung 
Begitu pula butiran debu dan tepung 
Menjadi abadi dalam buaian. 

Di penggilingan, waktu bergerak 
Begitu cepat tanpa tergesa-gesa. 
Pion-pion berjalan perlahan 
Mereka bergegas mencari ratu. 

Waktu serupa catatan panjang, 
Keriuhan deru mesin di pabrik. 
Siapapun tak perlu mengejar waktu 
Sebab kita menerima kefanaan. 

Seorang ibu menemani putranya 
Di barak. Tak ada akhir 
Keabadian. Dan butiran debu 
Seperti serbuk sari bunga. 

Bagaikan saga seorang novelis, 
Baginya waktu berjalan tanpa penghujung. 


Siapapun tak perlu mengejar waktu, sebab kita menerima kefanaan. 


Pesawat Terbang 

Kita berciuman di kebun stroberi, 
Jarum pinus semerbak mewangi, 
Sorotan matamu melayang 
Di wajah dan pundak ini; 

Kita bercinta di malam gelap 
Sedang di loteng jerami penuh duri, 
Suatu tempat asri dekat bandara; 

Pagi masih buta saat aku terbangun 
Menelan dingin di dekatmu, 
Hanya hujan menaburi kabut 
Di atap rumah yang bocor; 

Bunga mekar di sungai Oka, 
Payung manis berdengung, 
Mengecup namun tak melihat 
Kehadiran sekawanan lebah; 

Kita berpelukan di derunya air 
Berbaring dekat bersama. 
Dan langit tampak rendah 
Saat pesawat itu terbang... 


Aku Melihat Pegunungan 

Aku lihat pegunungan curam, 
Menatap kilau, dingin serupa mika. 
Awan meluncur dari tebing tinggi, 
Orang-orang saling menyapa di jalan. 

Kau bergegas mengisi air di baskom 
Seperti abad-abad lama yang panjang. 
"Hampir setengah perjalanan kita tempuh," ujarmu. 
Tiba-tiba sebuah garis melayang keluar dari dengungan. 

Aku melihat dan menatap matamu, 
Kau tidak berjanji untuk kembali lagi 
Aku menyapa dan mengucapkan selamat tinggal,
Maafkan atas kekurangan ini. 

Kegagalan kecil atau besar 
Kau melepas kepergian dengan sedih dan bahagia. 
Dua pertiga kehilangan, bukan sebaliknya kuharap 
Ini kenangan berlalu begitu saja. 

Elegan, kau berpose elegan di sana, 
Sedang aku hanya mematung dan melamun. 
Tiba-tiba melihat wajahku sendiri bermuka dua 
Saat menatap, kau pasti berpikir: "Aneh sekali!"  

Seolah-olah aku menemukan pencerahan; 
Ada sebuah kerajaan di kaki punggungan, 
Mengingatkanku pada putri yang datang 
Pintu akan dibuka saat tabir malam tiba. 

Tanpa menulis, garis tangan muncul perlahan 
Milik orang lain sama seperti di nadi milikku, 
Aku menyadari betapa banyak waktu tersisa. 
Betapa aku ingin kembali. Aku mengerti kini. 

Aku tak pernah mengucapkan selamat tinggal dan menyerahkan kerajaanku, 
Aku tak akan meninggalkan mereka yang kucintai, 
Aku pasti kembali ke pegunungan dan lembah 
Dan bukan memuaskan hasrat sendiri. 

Aku tak akan menerima perpisahan dan pengampunan, 
Menunggumu seperti pemabuk yang berpesta pora, 
Pada pusaran celah ngarai, perlahan aku mulai 
Pusing mendengar suara dengungmu. 


Ingat, Teman-teman 

Ingat, teman-teman; generasi dahulu 
Pada sayatan di topi sebelum perang. 
Mereka sangat mencintai kita, 
Tangan pemberani memimpin mereka, 
Meski kadang kita saling berselisih. 

Ketika genderang maut menimpa mereka, 
Nasib menggariskan sesuatu hal yang lain; 
Bagi kita, yang tidak dapat dibatalkan 
Bagi mereka, yang tidak akan dituliskan 
Kepada para penjaga tanah air. 

Badai salju meninggalkan jejak, 
Kalender-kalender perlahan hilang, 
Tahun-tahun kehidupan bagai kereta terbang 
Begitu lama kita menjadi yatim piatu! 

Ingat, teman-teman, 
Ingat, teman-teman, 
Apa mungkin kalian mampu 
Mengungkapkan isi hati tanpa kata-kata; 
Bagaimana mereka berdiri 
Di kantor pendaftaran militer, 
Dengan kepala dicukur selamanya. 

Mari kita mengenang mereka ini hari, 
Membuka jalan yang pernah mengerikan. 
Segera, tak kan ada orang lain selain kita, 
Mendengar bunyi peringatan pertama. 

Ketika guntur maut menimpa mereka, 
Alunan orkestra mengalun merdu di distrik, 
Kita hanya menelan suara-suara 
Penuh kemarahan dan kesedihan, 
Biarlah musik terdengar terus. 

Ingat, teman-teman, 
Ingat, teman-teman, 
Hanya kalian yang lihat; 
Bagaimana mereka berjalan 
Dari kantor pendaftaran militer, 
Dengan kepala dicukur selamanya. 

1977 


Bacaan rujukan 
¹ Puisi-puisi Dmitry Sukharev. Moskwa: Jurnal Znamya, Nomer 2, 2007. 
² Dmitry Sukharev. Membaca Kehidupan. Moskwa: Pengarang Soviet, 1984. 
³ Dmitry Sukharev. Cahaya Sore dan Pagi. Moskwa: Pengarang Soviet, 1989. 

 

 

 

 


Dmitry SukharevDmitry Antonovich Sukharev, penyair dan penulis, lahir di Tashkent, Uzbekistan, 1 November 1930. Alumnus Fakultas Biologi, Universitas Negeri Moskwa, Rusia. Puisi-puisi Sukharev telah dipublikasi di berbagai surat kabar dan majalah sejak akhir 50-an hingga kini. Buku kumpulan puisi pertamanya Tribute diterbitkan di Moskwa pada 1963 dan kumpulan puisi terakhir adalah Hills (Yerusalem, 2001) serta sebuah prosa Semua Adalah Kepunyaanmu: Karangan Bunga Soneta (Saint Petersburg, 2005). Penyusun dan editor buku Antologi Lagu Penulis Rusia (Yekaterinburg, 2002). Dia telah meraih penghargaan Federasi Rusia untuk kategori sastra bernama Bulat Okudzhava Award (2001), Penghargaan Andrei Sinyavsky dari Novaya Gazeta untuk kategori "Kebangsawanan dan Perilaku Kreatif dalam Sastra" (2000), dan penghargaan "Karangan Bunga" dari Persatuan Penulis Moskwa (2004). Kini, tinggal di Moskwa. Puisi-puisi Dmitry Sukharev di Sajak Kofe - Media Indonesia diterjemahkan oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin, Pentas Grafika, Jakarta (2022). Ilustrasi header: Herring Women, cat minyak pada kanvas, 115 x 73 cm, 1963, karya Oluf Høst (18 Maret 1884 – 14 Mei 1966), pelukis ekspresionisme Denmark. MI/Dok Bornholms Kunstmuseum. (SK-1)