Puisi-puisi Wiwin Lestari 

Ilustrasi: Nikas Safronov 

Untuk Dia 

Kucoba berdamai dengan jarak ini 
walau gelisah acapkali singgahi hati 
mendapati jejak-jejak bersemayam 
memadu kasih penuh kecemasan 
menghadirkan risau dalam kelam 

Untukmu, wahai raga yang lemas 
bagaimana aku dapat menghapus 
perselisihan dengan segala usaha 
sedang doa sudah menjelma cerita 

2023 


Paragraf 

Benar saja; 
paragraf demi paragraf senantiasa  
mengisahkan perjuangan ini 
menggapai pijakan pertama 
demi mewujudkan cita-cita nanti 

Baris-baris angka terlukis pedih 
dan jejak-jejak langkah hilang arah 

Dengarlah; 
paragraf meraung 
perdebatan tiada henti 
tentang penghujung juang 
berharap akan kembali girang 
ketika segenggam hasil usai kuhitung 

2023 


Impian 

Daya terikmu menggema 
keinginan membujuk keunggulan 
mematahkan kepak sayap ini 

Kelemahan tak pernah diharapkan 
jiwa penuh keikhlasan, mengharapkan 
kebaikan dunia demi meraih impian 
dalam sejuta angan tersimpan 

Demikian hatiku merajuk kembali 
dendam penolakan musnah sudah 
duka kalbu ternyata membingkai 
"Impianku salah," katamu 

Aku mendengar tangisan 
dalam notasi penyesalan, 
datanglah! 

Drama kebodohan kulakonkan 
dinding wibawa runtuh di permukaan 
masih adakah pengharapan di gerbang impian? 

2023 


Rindu Ayah 

Ayah… 
bibir ini bergetar tak berdaya 
jiwaku terlanjur rapuh tanpamu 
kenyataan memaksa, berserah pada takdir
sungkah goresan luka saat kau tiada 
membuat ini hati tak utuh kembali 
Tapi ayah… 
di atas hati yang retak 
ada hati lain dengan segala kelembutannya 
membiarkan kebahagiaan menjadi hak mutlak 
berlalu bersama waktu, berperi air mata 
tak lagi leluasa mengobrak relung asma 
Ayah… 
orang-orang tak membuka mata hati 
tanpa menyaksikan pertarungan 
sendiri menelusuri perjuangan; 
memberi bukti nyata padaku 
keretakan yang kurasakan 
membuatku kian utuh 
Ayah… 
rasa kehilangan ini kejam 
begitu ganas berdiam di jiwa 
bisikan telah meracuni pikiran
kepergianmu menguburkan harapan 
manakala hanya satu hati tempatku berlindung 
kini ribuan perkara ialah musuh yang kuhadapi 
Ayah… 
kemana lagi aku memelas 
pada hal-hal yang nyata di depan? 
Kini ibu sedang bertarung 
merelakan segalanya, ya segalanya 
demi aku, bukan yang lain! 

2023 


Kita hanyalah makhluk Tuhan yang memaknai jalan hidup sebagai penentu harapan. 


Pelajar Luar Daerah 

Kepada siapa pertarungan ini; 
seringkali aku bertanya pada masa lalu, 
rutinitas apa yang kuinginkan 
hanya berbaring dan berdiam di sini 

Usaha tak lagi menjadi prioritas 
sebagian wilayah tak tersedia fasilitas 
di kejauhan semua berjalan praktis 
bukan maksudku menilai kritis 

Nyata tak terpusat problem 
nilai ekonomi utama terkejar 
nampak pelajar luar daerah 
non aktif jalani proses belajar 

Kita ketinggalan banyak pelajaran 
ingin berlari saja dari realitas 
didikan orang bijak halangi niat 
perlu sadar diri sebab kita makhluk Tuhan 
memaknai jalan hidup sebagai penentu harapan 

2023 


Bulan Keempat 

Bulan keempat datangkan rindu 
percikan air luruh begitu deras 
menuntut hari-hari yang perdu  
melewati garis-garis rutinitas 

Bulan keempat hadirkan penantian 
tentang sederet cerita masa kecil 
yang kini terlintas perlahan di ingatan 
menitipkan sukacita sebelum dukacita 

2023 


Timbunan Harapan 

Terngiang ratap sedih 
tiada pernah terlihat olehmu 
terpampang diriku nyata adanya 

Tidakkah kau paham 
telah bertahta dirimu di hatiku 
bahkan jiwa raga pun tahu bahwa 
aku hanya persinggahan untukmu 

Menanti redahnya badai kepedihan cintamu 
masih saja diri ini menimbun harapan 
semoga malaikat penolong kan tiba 
memberi penjelasan untukmu 

Sebait doa suci berkumandang 
serangkai harapan dibebankan 
sekiranya perjalanan cintamu 
kelak mencapai titik bahagia 

2023 

 

Baca juga: Sajak-sajak Yunia Bili 
Baca juga: Sajak-sajak Ira Prihapsari 
Baca juga: Sajak-sajak Vera Wulandari

 

 

 

 


Wiwin Lestari, mahasiswi, lahir di Mamasa, Sulawesi Barat, 2 September 1999. Menekuni dunia tulis-menulis dan membaca. Kini, sedang menempuh pendidikan S1 Sosiologi di Universitas Terbuka, Majene. (SK-1)