Puisi Natal Tujuh Penyair Dunia 

Ilustrasi: Jesus Christ Is Born, Ivan Filichev 

NATAL ialah waktu pujian dan penyembahan dari orang-orang percaya untuk memberikan hidup mereka ke dunia yang kekal. Selama berabad-abad, melalui kreativitas yang diberikan oleh Sang Pencipta, para penyair menggunakan pena dan komputer mereka untuk menulis puisi-puisi suci demi menghormati Yesus Kristus, Juruselamat bagi umat manusia di dunia. 

Puisi-puisi Natal tentang Yesus telah menjadi bagian penting dalam sejarah. Banyak dikaji di sekolah dan perguruan tinggi teologia. Puisi-puisi Natal juga banyak dialihkan ke dalam buku nyanyian dan lagu-lagu gerejawi. Berikut puisi-puisi karya tujuh penyair dunia bertemakan Natal yang banyak dibaca dan dikenal secara luas. 

1. Di Pertengahan Musim Dingin yang Suram (In the Bleak Mid-Winter), karya Christina Georgina Rossetti (1830–1894). Ia adalah penyair Inggris era romantisme. Puisi Natal tentang Yesus ini awalnya diterbitkan pada 1872 dengan judul Christmas Carol. Meskipun kita mungkin tidak familiar dengan bait-bait awal, ayat penutup sering dikutip selama masa adven. Apa yang dapat kita berikan kepada Dia yang lahir dan mati untuk menebus dosa-dosa kita serta mendamaikan kita dengan Bapa? Jawabannya sederhana, yaitu hati kita. 

Di pertengahan musim dingin yang suram, 
Angin dingin membuat erangan,
Bumi berdiri keras seperti besi dan air seperti batu; 
Salju telah jatuh, salju di atas salju, salju di atas salju,
Di pertengahan musim dingin silam. 

Allah kita, surga tidak bisa menahan, 
Juga mempertahankan Dia di bumi; 
Langit dan bumi akan lari menjauh 
Ketika Dia datang untuk memerintah. 
Di pertengahan musim dingin yang suram, 
Tempat yang cukup stabil 
Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, Yesus Kristus. 

Cukup bagi Dia dan siapa kerubim ibadah di siang dan malam,
Sebuah lumbung susu dan palungan penuh jerami; 
Cukup bagi Dia dan siapa malaikat yang tiba 
Bersama lembu, keledai, dan unta memuja-Nya. 

Malaikat-malaikat mungkin telah berkumpul di sana,
Cherubim dan Seraphim memadati udara;
Tapi Bunda hanya di kandang terhina,
Mereka menyembah bayi mungil dengan ciuman.

Apa yang bisa aku berikan kepada Dia yang miskin sepertiku?
Jika aku seorang gembala, aku akan membawa anak domba; 
Jika aku seorang pria yang bijaksana, aku akan melakukan bagianku;
Namun apa yang bisa kuberikan kepada-Nya: seluruh hatiku. 

1872 


2. Lonceng Natal (Christmas Bells), karya Henry Wadsworth Longfellow (1807-1882). Ia adalah penyair Amerika Serikat. Puisi bertahun 1863 ini lahir dari kesedihan yang mendalam setelah putra Longfellow terluka dalam pertempuran dan istrinya meninggal dalam kebakaran. Dalam kesedihan yang luar biasa, ia menulis bait demi bait dalam puisi ini di Hari Natal. Akhirnya, dapat mengubah kata-kata sakit hati menjadi kata-kata penuh harapan. Betapa nyaman untuk mengingat bahwa di saat-saat tergelap, kita dapat menemukan kedamaian di dalam Yesus. 

Aku mendengar lonceng pada Hari Natal 
Lagu-lagu lawas yang akrab di telingaku, 
Terdengar liar dan manis 
Kata-kata berulang-ulang 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki! 

Aku pikir bagaimana kiamat telah datang, 
Loncong Belfry berbunyi dari gereja-gereja  
Telah bergulir bersama-sama 
Hanya tersisa tembang harapan 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki! 

Ia terus berdering, beryanyi dalam perjalanan,
Dunia berputar dari malam ke siang, 
Suara, lonceng, Nyanyian agung 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki! 

Lalu dari lembah kemuraman, mulut terkutuk 
Meriam bergemuruh di selatan, 
Tembang lagu-lagu Natal tenggelam 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki!

Seolah-olah gempa 
Bergelinding batu-batu dari benua,
Membuat sedih seisi rumah tangga 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki! 

Dalam putus asa, aku menundukkan kepalaku;
"Tidak ada perdamaian di bumi," kataku. 
"Karena kebencian itu kuat, 
Membuat kita saling mengolok-olok. 
Perdamaian di bumi, keselamatan bagi anak laki-laki!” 

Lalu aku membunyikan lonceng lebih keras: 
"Allah tidak mati dan tidak tidur; 
Yang berbuat kesalahan akan gagal, 
Yang berbuat kebenaran akan menang, 
Hidup damai dan berbuat baiklah di bumi.” 

1863 


3. Lihatlah di Tengah Salju Musim Dingin (See Amid the Winter’s Snow), karya Edward Caswall (1814–1878). Ia adalah penyair, pendeta Anglikan, dan penulis himne. Caswall menulis dan menerjemahkan puisi. Puisi Natal yang ditulis pada 1858 tentang Yesus ini akhirnya digunakan sebagai himne. Bait-baitnya benar-benar menarik hati. 

Lihatlah di tengah salju musim dingin,
Lahir bagi kita yang percaya di bumi ini,
Lihatlah, domba lembut muncul,
Dijanjikan dari tahun-tahun abadi. 

Dia ada dalam palungan kandang domba 
Dia yang membangun langit berbintang; 
Dia yang ditandu di ketinggian mulia, 
Dia yang duduk di tengah kerub.

Katakanlah Engkau gembala suci 
Ceritakan kabar gembira hari ini. 
Mengapa Engkau kini meninggalkan domba-domba-Mu 
Di gunung yang sepi dan curam? 

"Seperti yang kita saksikan di kekelaman malam,
Bermunculan cahaya yang menakjubkan;
Malaikat bernyanyi: Damai di bumi, 
Menceritakan kita tentang kelahiran Juruselamat.” 

 

Aku mendengar lonceng pada Hari Natal dan lagu-lagu lawas yang akrab di telingaku. 


4. Oh, Bagaimana Aku Seharusnya Menjaga Natalku? (O How Shall I Keep My Christmas?) karya John Westall (1816-1890), penyair Inggris. Ia menulis sebuah puisi Natal yang kurang dikenal, tetapi temanya kuat pada pertengahan abad ke-19. Bait-bait ini menunjukkan keinginan penyair untuk menghormati kedatangan Yesus. Keindahan sederhana menyentuh keajaiban tujuan Allah dalam mengutus Yesus sebagai bayi untuk tumbuh dan menjalani kehidupan tanpa dosa serta menanggung beban dosa-dosa umat manusia di kayu salib. 

Oh, bagaimana aku seharusnya menjaga Natalku?
Hati ini berbisik begitu lembut,
Karena aku membaca cerita 
Dari kelahiran Tuhan; 
Perlahan-lahan kupahami secara jelas  
Kata-kata seperti gambar naik,
Dan adegan muncul dalam keindahan
Dari langit Suriah yang berbintang. 

Oh, memeluk Dia di palungan! 
Begitu rendah dan miskin, 
Yang takhtanya adalah kemegahan surga 
Kekuatan siapa yang tak terhingga; 
Dia memikul salibnya untuk menyelamatkan kita, 
Untuk melindungi kita dari maut dan dosa, 
Dia memeras sendiri buah anggur 
Menjadikan kita murni dan bersih. 

Dalam kemuliaan, pasukan malaikat 
Datang menyanyikan lagu pujian, 
Dan mengisi surga dengan musik mereka 
Di masa lalu yang indah itu; 
Nyanyian kemuliaan bagi Allah di tempat tertinggi! 
Damai tercurah penuh di bumi, 
Dan paduan suara yang hebat 
Mengucapkan salam kepada semua orang. 

Oh, bagaimana aku seharusnya menjaga Natalku? 
Ketika mereka menyimpannya di surga; 
Oh, tetaplah hidup damai dan bersyukur, 
Teruslah memberi kasih yang paling baik; 
Berbagilah dengan orang miskin yang membutuhkan 
Jagalah sukacita yang Tuhan berikan kepadamu; 
Agar hatimu tetap bersama para malaikat 
menyambut Kelahiran Tuhan Yesus. 


5. Bintang Apa ini, Sinarnya Begitu Terang? (What Star Is This, with Beams So Bright?) karya Charles Coffin (1676-1749), penyair dan  profesor dari Universitas Prancis. Ia banyak menulis puisi, termasuk sekitar 100 himne dan lagu pujian. Pada 1736, dia menulis apa yang mungkin menjadi puisinya yang paling terkenal. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Chandler. Puisi ini masih bergema di hati pembaca yang mencintai Natal hingga hari ini. Bagaimana Coffin yang rendah hati terus menginspirasi penyembahan bagi kelahiran Yesus, Sang Raja Damai, itu ke dunia. 

Bintang apa ini, sinarnya begitu terang, 
Lebih indah dari cahaya siang hari?
Ia dikirim untuk mengumumkan raja yang baru lahir,
Kabar Gembira dari Allah kita untuk diwartakan.

Allah telah menggenapi firmannya; 
Anak dari keturunan Yakub 
Orang bijak dari Timur berjalan mengikuti bintang 
Membaca perintah Tuhan di surga. 

Oh Yesus, bintang kasih karunia 
Menuntun kami mencari wajah-Mu,
Janganlah biarkan hati kami yang malas ini 
Menolak petunjuk cahaya untuk menemui-Mu. 

Bagi Allah Bapa, sungguh-sungguh terang, 
Bagi Kristus, dinyatakan dalam malam, 
Bagi Roh Kudus yang membangkitkan 
Sebuah lagu pujian dan ucapan syukur! 


6. Puisi Natal (A Christmas Poem), karya Wendy Cope, lahir 21 Juli 1945, seorang penyair Inggris kontemporer. Dia belajar sejarah di St Hilda's College, Oxford. Kini tinggal di Ely, Cambridgeshire, bersama suaminya yang juga penyair Lachlan Mackinnon. Ini merupakan puisi pendek. Menyajikan seperti apa Natal bagi orang-orang yang tidak cukup beruntung di dalam kehidupan ini. Karya ini menjadi puisi cerdas tentang semangat Natal modern untuk orang dewasa. 

Saat Natal, anak-anak kecil bernyanyi dan lonceng Maria bergemerincing,
Udara musim salju yang dingin membuat tangan dan wajah kita bergelenyar
Keluarga bahagia pergi ke gereja dengan riang gembira dan mereka berbaur 
Jika kamu masih lajang, seluruh urusan ini sungguh luar biasa mengerikan. 


7. Litani Domba Kudus, karya WS Rendra (1935-2009). Rendra terkenal sebagai penyair dan dramawan terkemuka di Indonesia sejak 1950-an hinga wafat. Rendra juga mendapat julukan sebagai "Si Burung Merak". Ia menulis puisi ini dan diterbitkan dalam kumpulan puisinya berjudul Sajak-sajak Sepatu Tua pada 1972. Tema religius Rendra sangat kuat, filosofis, dan penuh permenungan. 

+ Yesus Kecil, domba yang kudus. 
- Lapangkanlah dada-Mu, ya Domba Kudus! 
+ Yang terbantai di tengah siang. 
- Limpahkanlah kiranya berkat-Mu bagai air! 
+ Yang berdarah bagai anggur. 
- Meluaplah ampun dari samudra kasih-Mu! 
+ Yang menyala bagai kandil. 
- Kami semua adalah milik-Mu. 

+ Duhai, daging korban yang sempurna. 
Ia tempat lari segala jiwa yang papa. 
Ia bunga putih, keputihan, dan bunga-bunga. 
Ia burung dara dari gading. 
Ia utusan Bapa dan diri-Nya. 
Ia tebing yang dipukuli arus air. 
- Lapangkanlah dadaMu, ya Domba Kudus! 

+ Yang dirobek oleh dendam 
Yang dipaku di kayu topengan dosa.  
Yang menggenggam duri-duri di daging-Nya. 
Yang ditelanjangi dan membuka hati-Nya. 
Yang mengampuni si penikam durjana. 
Yang tersungkur tiga kali dan bangkit lagi. 
Yang berpeluhkan bintik-bintik darah. 
- Limpahkanlah kiranya berkatMu bagai air! 

+ Raja tanpa emas tanpa permata
Raja yang dimahkotai duri. 
Raja yang menyusuri jalanan para miskin. 
Raja yang dibaptiskan pertapa dena. 
Raja yang membangunkan Lazarus dari kubur. 
Raja yang diminyaki pelacur dipalingi muka. 
Raja yang ditampar pada pipinya. 
- Meluaplah ampun dari samudra kasih-Mu! 

+ Anak buah tubuh perawan dan benar perawan. 
Anak yang dihadapi tiga raja dari Timur. 
Anak yang mengucap kalimat ilahi. 
Anak yang putih bagai mawar putih. 
Anak yang menutup mata di riba bunda-Nya. 
Anak emas dari kawanan kijang emas. 
Anak penuh bunga di mata bunda-Nya. 
- Kami semua adalah milik-Mu! 

+ Domba korban segala umat manusia. 
Domba yang berlutut di taman zaitun, 
Domba yang dibantai dan bangkit dari kematian. 
Domba yang duduk di kanan Bapa. 
Domba anak dari segala terang. 
Domba yang manis, Domba kami semua. 

- Lapangkanlah dada-Mu, ya Domba Kudus. 
Limpahkanlah berkat-Mu bagai air. 
Meluaplah ampun dari samudra kasih-Mu. 

Kami semua adalah milik-Mu: 
pengkhianat, penjinah, perampok, 
pembunuh, pendusta dan pemberontak. 
Lapangkanlah dadaMu, Ya Domba Kudus! 


Melalui puisi, para penyair lintas generasi, budaya, dan bangsa menyampaikan pemikiran dan perasaan mereka secara bijak, tulus, dan lembut. Memaknai Natal sebagai sebuah cara damai menyambut perayaan lahirnya seorang bayi Yesus di palungan penuh jerami. (SK-1) 


Bacaan rujukan 
¹ Leigh Ann Thomas. 10 Christmas Poems about Jesus. Virginia: Christianity - Salem Web Network, 2022. 
² Willibrordus Surendra Broto Rendra. Sajak-Sajak Sepatu Tua. Jakarta: Pustaka Jaya, 2003 (Cetakan kedelapan). 
³ Wendy Cope. Christmas Poems. London: Faber & Faber, 2017. 

 

 

 

 


Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku Hoi!, sebuah kumpulan puisi tentang kisah diaspora Indonesia di Rusia.