Ilustrasi: Mystery of Nature, 145 x 200 cm, 2011, I Wayan Sika
November
November pertama ranum
saat ia berdiri di depan pintu
memberiku sekuntum bunga
terang bulan sedikit terhambat
oleh sekawanan awan pekat;
"Aku gagal, sayang," ujarnya
"Apa yang harus kulakukan?" pintaku
"Peluklah saja aku," sambungnya
Patahan gerimis pun berjatuhan
dengan petrichor menyeruak masuk
ke labirin malam yang terbalut dingin
tak tahu siapa pertama yang memulai
perlahan ia berbisik begitu lembut
ketika hasrat saling membuncah
"Aku sangat merindukanmu," ucapnya
paras wajah ini pun tersenyum
hujan perlahan menghilang dan
membasuh segala yang rapuh
2022
Senja
Di atas kasur beralas seprai
aku melamun—mendengar lagu
sembari memeluk lutut sendiri
aku menatap senja dari jendela
Di keheningan Majalengka
kutarik napas panjang
ah, sial!
Lagi-lagi aku merindukanmu
lagi-lagi aku mengingatmu
lagi-lagi sore menenggelamkan
semuanya; mentari siang dan kenangan
hanya satu enggan diredupkannya—rindu
Rindu tak kunjung surut
malah semakin larut
yang dahulu bersama
kini hanya tinggal nama
Jika senja mengalah pada malam
di sini aku menyerah akan rindu
biarlah menjadi saksi
merindukanmu—tapi tak bersamamu
2022
Hangat
Dekapan tangan melingkar di pinggang
dikecupi rasa yang mengalir ke tulang belakang
di bawah sinaran lampu bercahaya keredupan
Ada hangat yang tergenggam
tak pernah lepas saat melintasi jalan
tangan-tangan bersambung menjadi payung
saat badai datang—mengguncang
2022
Dua Hari Lalu
Dua hari lalu kau tertawa gembira
namun aku tak bisa menahan tangis
malam itu begitu mengerikan
ketika gelap mengkhianati langit
Suara burung terdengar nyaring
keinginannya sekarat untuk terbang
aku benar-benar mencoba
tetapi tidak bisa menghubungimu
sebab cintamu telah mati padaku
2022
Bajingan
Kami perempuan mampu
berdiri di genggaman tanganmu
menepis lengan yang memberatkan
langkah kaki kami tuk bergerak
melebihi arus pikiran kotormu
Kami berpijak di kepala sendiri
mampu mengirim tanda ke otakmu
yang pongah atas pengendalian diri
merebut paksa mahkota dunia
seperti lintah yang haus darah
Bajingan! Di mana hatimu?
Di mana otakmu kau simpan?
Mengejar bayangan yang tak kan terkejar
menyaksikan ketidakberdayaan
menunduk tertawa lalu dibuang
layaknya seorang jalang
2022
Aku Tahu Kata Apa yang Ingin Kau Dengar
Aku tahu kata apa yang ingin kau dengar
sejumput rasa yang sarat akan luka
bagiku—tapi tidak bagimu
“Kita akhirin saja ya!”
Empat kata tak ingin kau ucap dari dulu
namun menyiksaku dengan sikap angkuhmu
bermain api, namun tak mau terkena cipratan sendiri
sandiwara dimainkan secara apik
seakan aku yang menanggung seluruh dosamu
kau yang tak ingin agar derita menghampiri
menjadikan diriku tumbal untuk api yang tak kau padamkan
aku tahu kata apa yang ingin kau dengar, sayang
Baik… kita akhiri saja ya!
2022
Dosa yang mereka buat, aku yang menanggung sengsaranya.
Ibu
Terakhir kali aku mendengar
sebuah tembang cinta untuk ibu
penyesalan berkunjung di belakang
kisah—mengiris, mengharu, dan memuakkan
Orang bilang;
aku anak yang dibuang
terlantar di sisi-sisi jalan
mencari tempat perlindungan
mengais kasih yang berlalu-lalang
Orang bilang;
ibu surga dunia—
penuh cinta, penuh bahagia
penuh kasih, penuh sayang
aku tertawa mendengarnya
siapa ibuku; Surga? Di mana dia?
aku tak memiliki surga yang mereka katakan
Dosa yang mereka buat
aku yang menanggung sengsaranya
2022
Di Ujung Jalan
Hentakkan kakinya
terus menyusuri jalan yang dituju
melangkah pasti tanpa peduli
ia lalui dengan peta di tangan
meyakini akan kemenangan
mengubur ego diri
pada tanah yang terinjak
sedikit lagi, sedikit lagi
tepat di ujung jalan
kemuliaan akan didapatkan
2022
Terbawa Hujan
Aku bersembunyi di derasnya hujan
orang-orang berteriak namun tak terdengar
menulikan diri dari keramaian
membutakan mata dari kekacauan
Berisik; lika liku—luka luka
basah walau tak dibawa pergi
raga rapuh—pikiran riuh
mendera kesakitan,
aku butuh penenang sementara
tenang saja, tak perlu menyerah
aku sudah pasrah!
2022
Hancur
Denting putus asa mengalun
mengibarkan bendera putih
mengoyakkan pikiran
maju atau mati
Dimensi bawah sadar menarik paksa
seonggok luka di lubuk sanubari
dihantam keras mimpi yang gagal
ditaburi garam, disayati bibir neraka
hancur sudah
2022
Untukmu dan Untukku, Untukku dan Untukmu
Hati yang dipatahkan—mimpi yang digagalkan
untukmu dan untukku, untukku dan untukmu
untuk semua kesedihan, untuk semua kegagalan
untuk ketidaksempurnaan, untuk kesempurnaan
untukmu yang dicintai, untukmu yang dibenci
untuk kesalahan kedua, untuk yang tak termaafkan
air selalu mengalir ke arus yang sebenarnya
tak usah dibatasi, tak harus dihalangi
2022
Baca juga: Sajak-sajak Anna Akhmatova
Baca juga: Sajak-sajak Melan Rambu
Baca juga: Sajak-sajak Saras Dewi
Rika Rosalina, mahasiswi, lahir di Majalengka, Jawa Barat, 13 Mei 2002. Meminati dunia tulis-menulis, baik puisi maupun prosa. Kini sedang menempuh pendidikan program studi S1 Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. (SK-1)