Memento
Saat aku mati,
kuburkan aku bersama gitarku
di bawah pasir.
Saat tiada aku,
bentangkan aku di antara pohon jeruk
dan pepermin.
Saat aku mati,
letakkan aku jika kau mau
pada baling-baling cuaca.
Saat tiada aku!
Adam
Pohon pengetahuan basah di pagi hari
di mana kudengar rintihan-rintihan baru.
Ada suara menyisahkan kristal luka
dan segaris tetulang di jendela.
Sementara cahaya tetap saja datang dan menang
bahwa kau telah lupa tujuan dalam cerita fable,
pembuluh darah terseok-seok melarikan diri
menuju serat apel yang segar berlumpur.
Adam bermimpi tentang tetanah liat panas
ada seorang bocah berlari-lari
mengalahkan bayangan di pipinya.
Namun Adam yang lain juga ikut bermimpi
tentang bulan hitam berbatu tanpa bebijian
di mana seberkas cahaya meneranginya.
La Tarara
Tarara, ya;
Tarara, tidak;
Tarara, gadis,
aku melihatnya.
Tarara, ambil
gaun hijau
beragam motif
dengan lonceng jingle.
Tarara, ya;
Tarara, tidak;
Tarara, gadis,
aku melihatnya.
Lihat aku Tarara
ekor sutranya
di atas sapu
dan pepermin.
Oh Tarara gila.
gerakkan pinggangmu
untuk seorang anak laki-laki
dan seranting zaitun.
Café Cantante
Lampu kristal
dan cermin hijau.
Di panggung gelap,
Parrala mengingat
sebuah percakapan
tentang kematian.
Api penyucian,
belum datang,
saat dia dipanggil-Nya kembali.
Orang-orang
mendengar isak tangis.
Sedang di cermin hijau,
ekor sutra panjang
bergerak-bergerak.
Aroma menawan hati mengalir dari tubuhmu dan menancap ke sukmaku.
Serenata
Di bibir sungai
malam kian basah
dan di buah dada Lolita
ranting mengering karena cinta.
Ranting mengering karena cinta.
Malam berparas dingin
di jembatan bulan Maret.
Lolita membasuh tubuhnya
dengan air payau dan kembang.
Ranting mengering karena cinta.
Malam bercadas lembut
sinar berkilauan di atap.
Aliran perak dan cermin.
Memikat mata hingga paha putihmu.
Ranting mengering karena cinta.
In Memoriam
Poplar manis,
Poplar manis,
kau telah ditempah
dari sebatang emas.
Kau muda belia kemarin,
hijau menggila
dari burung mulia.
Ini hari kau putus asa
di wuwungan langit Agustus
sama seperti aku di kaki langit
memanggil-manggil rohku sendiri.
Aroma menawan hati
mengalir dari tubuhmu
menancap ke sukmaku.
Cendekiawan,
kakek bijak muncul dari padang rumput!
Bagi kami,
kau telah ditempah
dari sebatang emas.
San Miguel
San Miguel tampak dari pagar,
merambat ke bukit-bukit,
bayangannya kian bagal
serupa bunga matahari
Bayang-bayang mata
diselimuti malam angker.
Pada tikungan arah angin,
fajar payau berderak.
Langit putih
menutup mata air raksa
memberi arti kesuraman
pada penghujung hati yang tenang.
Dan air menjadi begitu dingin
tak ada yang menyentuhnya.
Air kehidupan, hanya ditemukan
saat mendaki gunung-gunung.
*
San Miguel penuh pesona
di kamar tidur tampak menaranya,
memperlihatkan paha yang mulus,
dikelilingi oleh lentera.
Malaikat agung mampu dijinakkan
dalam gerakan kedua belas,
berpura-pura marah, namun tetap saja anggun
serupa bulu burung bulbul.
San Miguel berkacamata dan bernyanyi;
menghangati tiga ribu malam,
penuh wangi surgawi dikelilingi
semerbak bunga bakung.
*
Ombak baku pukul di pantai,
puisi di balkon
bulan di pantai
kehilangan makna,
suara-suara masih terdengar.
Manola datang memakan
biji bunga matahari,
keledai besar sembunyi di balik tembaga.
Kesatria tinggi datang kemarin
dan perempuan berambut cokelat,
tampak kembali bersedih, nostalgia
bersama burung bulbul.
Sementara Uskup Manila,
buta warna dan miskin,
memberkati misa dalam dua sakramen
bagi perempuan dan laki-laki.
*
San Miguel berdiri diam
di ceruk menara gadingnya,
dengan jubah penuh keagungan
terlihat menawan dari selembar cermin.
San Miguel, raja globus
dan bilangan-bilangan ganjil,
serupa sepupu nan tampan
menjadi penjerit dan pengintai.
Bacaan rujukan
1. Gibson, Ian. The Assassination of Federico García Lorca. London: Penguin Books, 1983. Hlm 60-164.
2. Gypsy Ballads, bilingual edition translated by Jane Duran and Gloria Garcia Lorca. London: Enitharmon Press, 2016.
3. Maurer, Christopher. Federico García Lorca: Selected Poems. London: Penguin Books, 2001.
Federico Garcia Lorca, penyair, dramawan, dan sutradara teater berkebangsaan Spanyol. Lahir di Fuente Vaqueros, 5 Juni 1898 dan wafat di Viznar, Granada, 19 Agustus 1936. Lorca muda belajar filsafat dan hukum di Universitas Granada, tetapi ia segera meninggalkan studi hukumnya untuk belajar sastra, seni, dan teater. Pada 1918, ia menerbitkan sebuah buku puisi berjudul Impresiones y paisajes/Impressions and Landscapes yang terinspirasi oleh perjalanannya ke Kastilia. Pada 1919, Lorca muda pindah ke Universitas Madrid di mana ia mengorganisir pertunjukan teater dan pembacaan puisi di depan umum. Selama periode awal inilah, Lorca berhubungan dekat dengan sekelompok seniman yang pada dasarnya bekerja dengan bentuk seni dan puisi avant-garde. Kelompok itu kemudian dikenal sebagai Generasi 27, termasuk pelukis Salvadore Dali, pembuat film Luis Bunuel, dan penyair Rafael Alberti. Tahun-tahun berikutnya, Lorca juga menerbitkan bukunya, antara lain Libro de poemas/Book of Poems (1921) dan Poema del cante jondoes/Poem of Deep Song yang ditulis pada 1921 tapi tidak dipublikasikan sampai pada 1931. Ia menghilang secara misterius pada awal Perang Saudara Spanyol. Puisi-puisi di Sajak Kofe diterjemahkan dari bahasa Inggris dan bahasa Spanyol ke dalam bahasa Indonesia oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku kumpulan puisi Hoi!, sebuah kisah tentang diaspora Indonesia di Rusia. Ilustrasi header: Lorca (70x70 cm, 2013), karya pelukis Argentina keturunan India dan Italia Susan Pannullo. (SK-1)