Ilustrasi: Mellisa Chalhoub
Tinta Biru
Padamu nasibku seakan diadu
tuan dan puan menghormatimu,
laksana kaulah si paling akurat
adamu menjadi pukat, membuat
siapa saja tak mampu berkutat
Ya, mereka terjerat
bila hendak lepas,
sesiapa saja harus
siap dengan hujat
celaka, bila semua laku
bernaung pada tinta biru
2022
Mungkinkah Ini Kita?
Mungkinkah ini kita?
saling ada namun tak jaga
jika pungkas seluruh semesta
semoga bukan neraka menganga
siapa saja hamba, insan tiada rupa
berbalut nestapa, bersambut lara
Mungkinkah ini kita?
saling ada namun tak jaga
ayahku duka, ibuku luka
biar bertumbuh nelangsa
asal bukan sapu angkara
masihkah tergurat tawa
di antara kita?
Mungkinkah ini kita?
berjalan di belantara
tanpa mengerti arti rasa
menyibak kabut pagi buta
menawan peraduan senja
lengar sudah isi kepala
bolehkah aku bertanya;
akankah ini sayembara belaka?
jika ya, siapa pemenangnya?
2022
Tunda
Ada sua yang telah lama alpa
hingga lupa rasanya bertegur sapa
tak apa, bila cakap hanya terjalin maya
tak apa, untuk asa yang tengah terjeda
Saat nanti waktunya tiba,
akan kugandakan semuanya
pergi lebih jauh, memilin jarak tempuh
dengan kilometer berpuluh
kau bisa pilih kota-kota manasuka
kujanjikan peluk lebih erat dari sebelumnya
otot-otot jantung bekerja lebih cepat dari biasanya
akan kuajak bersepeda ria, makan segala aneka
Menilik gunung-gunung yang perkasa
membelah ombak-ombak di samudra
kuajak lompat dalam gegap gempita
panggung-panggung bernada
Ya...
bila saat telah tiba,
dan semuanya kembali mereda,
pastikan kau masih di sana
untuk melega jalan bersama
Mari merapal sebanyak-banyak doa
abadikan pengalaman yang ada
untuk cerita anak cucu kita
agar hidup lebih bijaksana
2022
Jiwa-Jiwa Terserak
Aku baru saja retak
terhantam bentak dan gertak
dari mulut yang kukira sanak
tetapi ternyata bermuka kotak-kotak
Harkatku pun terbajak
yang kupunya tinggal tengkorak
tiada lagi semarak kutuang sedikit arak
membuat jantungku kian cepat terdetak
tanpa sadar, tanganku mulai berkacak
mulutku bersorak; “Katak!”
Alamak, terlalu banyak lagak
apa memang aku terlahir sebagai budak?
impian mangkrak kasih pun tak kutemu jarak
masa depan tinggallah kerak
Jika masih kutemu jarum jam berdetak,
maka kupilih untuk beranjak.
2022
Generasi Gagap
Seorang anak duduk di bangku
menyanding buku, tak berkedip menyimak vidio guru
katanya ia diminta mencatat hal yang dirasa perlu
sedari pagi pukul tujuh hingga mentari kembali ke tempatnya beradu,
ia belum juga beranjak dari bangku, terpaku seperti ditikam dari segala penjuru
“Kumpulkan tugas-tugasmu, bila terlambat nilai dikurang satu”, kata si guru
kalimat itu terngingat di kepalanya setiap waktu
memaksanya menjadi patung batu atas permintaan ibu
matanya sayu, lantaran berminggu ia seperti itu
lidahnya kelu, menjadi gagu lantaran kawan bercakap tak ia temu
Bagaimana pendidikan akan maju,
bila hanya terdepan teoretis tetapi laku kaku
si anak hanya duduk, mancatat semua ilmu
bila penilaian hanya berdasar itu, akan muncul generasi wagu
Pembelajaran mestinya tak terbatas ruang dan waktu
padahal si anak bisa belajar fisika dari memeras baju
mempraktikkan konsep rotasi air, sekaligus membantu ibu
si anak bisa belajar sambil belanja di pasar
konsep untung rugi di matematika dan negosiasi di pelajaran bahasa
belajar biologi dengan menanam kedelai
mengamati pertumbuhannya senti demi senti
meramu sintesis dari hasil analisis
bila penilaian berdasar itu, akan muncul generasi eksis
Bila masih belum juga tanggap,
ayo kita lihat, akan lahir generasi gagap.
2022
Separuh
Jangan dulu rapuh
jalan panjang harus ditempuh
Biar payah menyeluruh,
besarkan hatimu ‘tuk tangguh
Bukan karena kau telah berpeluh
lantas semena-mena mengaduh
berharap orang lain menaruh acuh
Sekonyong-koyong kau bertaruh,
percayalah tiada hati yang melepuh.
2022
Masih Jauh
Bila jalanmu masih panjang nan gersang,
teruslah terjang walau sekonyong-konyong
terik mendekapmu, teruslah melaju
barangkali di depan kau temu pepohon rindang
atau justru hamparan pantai elok tiada berkesudahan
Tak perlu khawatir tertinggal rombongan lain
kau bisa mulai dari setapak paling kecil
bila capai, duduklah di tepian
nikmati sejenak sepoinya jumantara
Mencapai puncak memang butuh peluh
bila rasa hanya dihimpit keluh,
ya, bisa-bisa semuanya runtuh
padahal jalannya masih jauh!
2022
Moksa
Jika kau ada,
berikanlah bara pada jiwa
yang tiada lagi menganga
agar nyala hidupnya
hanya jika kau ada,
berikanlah makna pada
setiap harap dan asanya
agar berwarna harinya
Namun jika kau tiada,
jangan menawar goda
dan menjanji banyak aksara
sudahi pula kerlingan mata
dan jika kau benar-benar tiada,
jangan tampakkan raga
itulah cara terbaik mengolah rasa
2022
Sampanku
Izinkan sampan kecilku berlabuh,
untuk ini hari saja
akan kuturunkan ikan hasil tangkapanku,
walau tak banyak jumlahnya
Kau di sana siapkan bara
yang lain siapkan bumbu
si mungil memanjat kelapa, hahaha...
sepertinya ia tak mampu menahan dahaga
Izinkan sampan kecilku berlabuh,
dengan hangat warna senja
ditemani dekapan orang-orang tercinta
Bilamana esok
sampanku tiada lagi berlabuh,
kirimkan saja doa untukku.
2022
Ruang Tengah
Setiap orang berhak mengetuk pintu,
mengucap salam, lalu masuk ke ruang tamu
menikmati teh hangat yang telah terseduh,
melumat biskuit sembari bertukar rindu
bila beruntung, akan diajak ke ruang tengah
disuguhkan jamuan istimewa maupun alakadarnya
perlakuan pun seperti tuan dan nyonya
Di lain sisi;
orang jua berhak mengetuk pintu,
mengucap salam, dan berlalu
diteguknya rindu sendiri, karena
tiada pintu yang menganga
juga ada yang mengetuk pintu,
mengucap salam, lalu duduk di ruang tamu.
Anehnya, bergegas pergi saat tuan rumah menyiapkan jamuan
ia sisakan kegelisahan bagi tuan rumah
Menjadi tamu, bukan berarti seorang raja atau ratu
menjadi tamu harus tahu kapan saat paling tepat untuk bertandang
juga sadar diri di ruang mana seharusnya menunggu
sebaliknya, menjadi tuan rumah juga harus ramah
menyiapkan jamuan terbaik meskipun sebenarnya sembari menyeleksi tamunya;
akankah ia bawa ke ruang tengah, atau hanya cukup temu di teras rumah
2022
Baca juga: Sajak-sajak Marina Tsvetaeva
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Ira Prihapsari, penulis, seorang guru bahasa Indonesia di SMA Pradita Dirgantara, Boyolali, Jawa Tengah. Telah menamatkan pendidikan Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Sebelas Maret. Meski berkecimpung dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, mengekspresikan diri melalui tulisan sastra merupakan hal baru yang akan selalu diasah. (SK-1)