Sajak-sajak Fuad Saifudin

Ilustrasi: Toni Demuro 

Ruang Khawatir 

Pigura-pigura terpajang di dinding 
burung-burung berkicau di sangkar 
dan beberapa ritual para kuli 
terjebak macet dalam puisiku 

Kabar di televisi tentang menteri 
yang mengebiri nasib dan rezeki 
o, begitu menakutkankah zaman 
hingga sibuk memenggal-menggal 

Upah pemuda-pemuda dipotong 
ditekan dan dibuang jiwanya 
hanya demi satu bayang, 
bayang-bayang buto ijo 

Puisi-puisi menjadi hambar 
menjelma kecengengan dan kesedihan 
aku menginginkan sebuah logika 
menyudutkan yang tak logis 

Jalan-jalan berlumur pasir 
pembangunan menjamur 
orang-orang tertawa, orang-orang menangis 
orang-orang eksis, orang-orang mengemis 

Sementara aku menjilat nasib sendiri 
merangkak lembut ke permukaan 
menghitung sepi, rindu, marah 
habis! 

Kau kira ini hanya main-main 
seperti yang kau lakukan di balik mejamu? 
Kami kekurangan makanan di dapur, 
namun bukan ketuhanan 
ya kurang sekali, dua kali, tiga kali 
kali-kalikan saja semua sampai terbagi rata 
musnah! 

Rasa perlahan punah dan hampir tewas 
“Jangan! Keadilan janganlah ngambek lantas mati.” 
Tanggung jawab teramat besar, namun 
kehadiran kita sangat diperlukan rakyat kecil 
keringat melelah dalam segala penghabisan 

“Tenang, tarik nafas dalam-dalam 
dan hembuskan pelan-pelan.” 
Kalau kau senyap, kita khawatir bisa ikut lenyap 
lihat, apa yang kau perjuangkan belum berhasil 
namun apa hebatnya keberhasilan 
jika yang berjuang dengan tersaruk-saruk, 
pada akhirnya tumbang, menyerah tak menang 

Keberhasilan hanya bisa diraih kalau kau sadar; 
masih hidup, masih berguna, minimal bernyawa 
ya, bernyawa dan berguna sekaligus bernama. 

2022 


Donor Puisi

Jam berdetak, udara ngantuk, lampu mati 
di sini, aku mendonorkan golongan puisi 
waktu berkelit, bumi ngorok, gelap hidup 
ada yang datang meminta donor puisi 
golongan puisinya adalah bebas, 
yang paling mudah dicari 

Golongan-golongan melolong 
dan disuntik berguling-guling;  
antara was-was mati dan tusukan jarum 
mana yang lebih kau takutkan? 
“Tentu saja Tuhan, bila saja boleh kuminta!” 
Baik, kau takut Tuhan, tetapi perilaku dan hatimu 
menunjukkan kau penakut pada jarum 
itu tidak relevan, 
tidak sinkron! 
“Kau menilai sepihak, 
itu tidak bijaksana tuan! 
Apakah kau terpelajar dan terdidik?” 
Tidak, aku menilai dua sisi berbeda; 
tindakan dan hati. 
“Hati-hati kalau bicara!” 

Menit membual, air berkhianat, bulan berkedip 
proses pendonoran selesai 
kau, aku, kini 
tiada kita! 

2022 


Kumbang dan Kelam 

Kumbang dan kelam berkembang 
berkelana, menyelam, bersenam, 
menyulam, terbenam, melambung 
lagi dan lagi maut, aku bosan 
demi bosan, terbenam-benam 
tolong, putarkan tembang kenangan 
atau bawakan tambang kekayaan 
aku hampir tumbang berkembang-kembang 

Kumbang dan kelam bergumam: 
ini hari tak ada lagikah manusia? 
Sungguh, sungguh tak ada lagi logika 
teolog ditohok, arkeolog hampir kapok, 
sosiolog diolok-olok. Psikolog? 
Kebanjiran job 
tak ada lagi madilog 
tak ada lagi manusia, 
tak ada lagi khalifah pemimpin kita 
tinggal mereka, badan-badan 
yang dibentuk mimpi, buruk! 

2022 


Us dan Ah 

Bertumbuh tulus 
pembangunan mulus 
rencana dan rancangan halus 
akal-akal bulus 
moral dan budi baik hangus
sistem-sistem minus
tubuh-tubuh kurus 
suara-suara ketus
kebenaran mampus
harapan-harapan pupus 
tinggal kaktus 
us, us, us... usai sudah pembangunan 
harus berjalan terus meski kerusakan terjadi terus-menerus 

Cuaca gerah 
ide-ide cerah 
bumi terbelah 
langit terpecah 
proletar mengalah 
kebenaran kalah 
keadilan patah 
mayat-mayat resah 
penguasa mendesah 
mimpi basah! 
Hukum-hukum tidak sah 
angin-angin pasrah 
gedung-gedung megah 

Rumah-rumah... 
ah, rumah kami tak ada 
jangan disebut-sebut ya! 
Rumah hanya bagi mereka 
yang mencari aman sentosa 
tak ada rumah bagi kami 
sebab ancaman datang kini, 
kami digusur; tak ada kasur 
istri kami sudah nyenyak, 
mendengkur bersama makmur. 

2022 


Biarkan Aku Mengenangmu 

Biarkan aku mengenangmu, kekasihku! 
Mengingat segala hal yang kukenang 
dan yang mungkin tak kau kenang lagi 
biar malam datang, aku sudah tenang 

Kenangan... 
Udara masuk, bertumpuk dalam badan 
jagat digulung, berguling dalam gelimangan dosa 
pikiran-pikiran liar, pikiran-pikiran luar, pikiran dalam 
diperkirakan terparkir bertumpu kepadamu 
hening menusuk, dingin merasuk, jiwa khusyuk 
sukmaku terbujuk, bangkit menyebut-Mu 

Biarkan aku mengenangmu, kekasihku! 
Mengenang kesendirian, kesepian, kepayahan, kebodohan 
mengingat kembali kisah yang kau bisikkan 
paras kasih yang kau wujudkan 
bagai kening yang minim kusujudkan 

Kenangan... 
Kata tua, kalimat purba, riwayat mistis 
hal baru, waktu kini, kejadian sekarang

Kelahiran tak kan ada jika kematian tak menyapamu. 

Abadi keberadaanmu oleh karena sebuah ciuman 
aku mengingatmu ini malam. 

2022 


Berbagai Luka 

Jari tengahku terkelupas 
terjepit dua tabung gas
sakitnya beranak dari kepala sampai ke perut 
bagiku lukaku, bagimu lukamu 
mari berbagi luka untuk kita 
luka besar, luka sedang, 
luka kecil, luka luar, luka dalam 
luka parah, luka berat, luka ringan 
kita sama pernah terluka! 

Mereka-mereka meremehkan 
mereka-mereka mengucilkan 
akan segera menjadi luka 
luka bagimu adalah obat 
luka bagiku adalah nikmat 
luka bagi mereka, celaka! 
Lalu sembuhkah atau malah 
tambah terbuka? 

2022 


Benih 

Benihku mengabarkan; 
kemarin, satu tewas 
selalu mengikuti nasib 
tertabrak otak waras 

Benihku punggung kehidupan
menyebarkan berjuta-juta sel 
keluar, masuk menghuni rumah 
menempati huma kenikmatan 

Benih-benihku merupakan 
anak zaman, sehat dan gemuk 
kurawat setiap hari dengan cinta 
dan kuhidupi ia seminggu sekali 
: seminggu yang selalu kusesali 

Benihku menginginkanmu 
yang sudah mekar kembali 
benihku merindukanmu 
yang sudah dibajak dua kali. 

2022 


Perempuanku 

Puaskah kau menghuni 
cinta yang ia lamar kemarin? 

Orang-orang berkerumun 
bahagia mendengar kau 
ditelanjangi orang yang kupercayai 

Orang-orang menangis 
haru menyaksikan segala 
kegilaan yang kusanjungi 
puasa yang melelahkan 
dan momen-momen yang 
tak bisa kulupakan begitu saja
terluapkan oleh sepasang 
alat yang sesak kubayangkan 

Udara siang tajam 
memelototi kegigigihanku
“Kau harus berhenti! 
Takdir tak dapat digeser lagi.” 
Kegagahan dan kepatutan 
yang kupakaikan kini meledak-ledak 
diledek si janggut yang licik

Duh! Perempuanku di mana lagi 
mengenang kembali parasmu 
rasanya tak bisa kugapai kembali 

Puaskah kau menghuni 
cinta yang ia lamar kemarin? 

2022 


Adu Domba 

Senjata-senjata bersentuhan mengawini senapan
tembok-tembok ditembaki membawa tumbukan
matahari gelap! Bercampur darah-darah yang segar 
siang seperti goblok yang mengayunkan golok 
seperti dendam yang didandani sedemikian elok 
motor-motor kampanye mempromosikan peran 
jalan-jalan tak ada lagi keamanan 
penuh pukulan 
penuh tembakan 
penuh ancaman 
penuh ketakutan 
penuh teriakan 
penuh kesesatan 

Pemuda-pemuda bangsa diracuni semacam halusinasi 
fesyen, gadget, kepopuleran, harta, tahta, narkoba, wanita 
orang tua dan tokoh masyarakat saling lomba menjadi anak kecil 
hanya bermain-main dan suka-suka perutnya sendiri 
saling lebur bikin status dan jokes receh 
padahal duit dan janji-janjinya besar 
golongan muda dan golongan tua diadu 
dikorbankan pada altar kesalahpahaman yang dangkal perdebatan 

Energi-energi meledak 
menguap dari ubun-ubun 
tujuh warna yang dicampur 
bagai aura yang dibentuk dalam emosi 
secangkir susu yang disusutkan dingin 
terbenam dalam mulut
mengeluarkan dendam dan rasa marah
menjadi beberapa perdebatan kolosal 
kata-kata kembali bersua 
disunat ujungnya dari sakit 
dikupas sedikit oleh laser 
menjadi pelindung yang aman dan nyaman 
bagi kemerdekaan yang kau dambakan. 

2022 

 

Baca juga: Sajak-sajak Adrian Shabir
Baca juga: Sajak-sajak Boris Pasternak
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 



Fuad Saifudin, sedang menekuni dunia tulis-menulis, lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 10 Februari 2001. Menamatkan pendidikan MA Muallimin Parakan, Temanggung. Kini, bekerja sebagai buruh di kota kelahirannya. (SK-1)