Ilustrasi: Elizaveta Ezkova
Rumah Tinggal
: Kutaraja 2004
rumah tinggal yang pada dindingnya
terlukis ngarai bisu, burung parkit
sebesar ampu dan lembah gadang
yang kita gambar beberapa kurun lalu
telah rubuh dijangkau air pasang.
di sana kita pernah memintas jalan
memangkas waktu, agar segala hal seram
yang bersemayam di pucuk rumpun surian
tidak mengetahui kita pulang lewat petang.
di rumah itu juga kita pernah menerjang
perut seorang mantri sunat rasul bagai
jenderal perang abad pertengahan
lantaran ia menghianati kata-katanya sendiri:
‘anak manis harus berani, sebab sakitnya
hanya serupa digigit semut api.’
kini rumah tinggal yang menyimpan setengah
kebahagian sekaligus kesedihan kita itu
tidak akan lagi meminta untuk dijalang.
sebab segala yang patut dikenang
telah disapu air pasang.
Pauh, 2022
Teringat Kampung
untuk Alif Maulana
segala kegilaan yang dikandung kota ini
pada kerut keningmu jua semua berjejak, lif:
sungai-sungai kumuh menjepit pemukiman
atau pertarungan tiada putus antara hidup
melawan sesuatu yang kau namai hari datang.
pada blok-blok sempit tanah abang
samar kau dengar elegi rantau dalam
dendang haru yang diputar berulang.
dendang yang membawa kembali ingatanmu
pada taratak di pesisir sumatra: di mana
ombak pecah dan musim dingin merendah.
dilipatan angin garam dari laut itu
kau tulis sajak tentang rindu menggebu
pada pulau seberang: di mana kota adalah
anyaman lapik pandan dan hembus angin
samun beraroma gulai santan.
maka segala kegilaan yang ditanggung kota ini
pada tapak pecah kakimu jua semua kutemukan, lif.
ketipak nasib buruk yang berkejaran dengan maut
dan langkah-langkah orang dagang berat diangkut.
Pauh, 2022
Di Pasar Bersama Ayah
kepada: Enzo Ortega
ketika rumah kami dibakar habis tentara pusat
dan sawah kami diambil-alih kaum proletariat
ayah pergi menemui seorang teman
di markas koramil untuk meminta surat jalan
lalu mengganti nama kami serupa nama
orang buangan.
“esok kita mesti tinggalkan pulau ini
dan berangkat ke wonogiri pagi sekali.
ayah punya kenalan di sana semasa
bertugas sebagai polisi.”
kini di wonogiri, hanya lapak kecil
di pasar ini yang ayah miliki.
lapak yang terus memelihara ingatannya
tentang kampung halaman yang mustahil
terjalang oleh kami.
sebab kata ayah,
yang patut dikenang dari kampung halaman
hanya tinggal jalur putus rel sibinuang
yang dibombardir tentara agresi tujuh dekade lalu.
jalur dengan kereta api mendecit-decit di atasnya
mengangkut kopi dan batu bara ke kota-kota besar,
lalu menjualnya kembali pada kami dengan harga
yang tak dapat ditawar.
Pauh, 2022
Daging Kerambil Sirah
untuk Safri Dani
legam kulit dani sama dengan warna ini kota:
hitam berselimut luka. meskipun begitu
ia terus memelihara mimpi sederhana:
punya rumah lapang dengan kamar lima
sebagaimana tetangga jawanya.
tapi nelangsa panjang dalam amuk hari-hari
buruk membuat mimpi itu perlahan hilang
barangkali juga takkan pernah lagi ditemukan.
lantaran itu dani tak dapat mengingat benar
segetah apa putik daun pandan patah
sepekat mana warna daging kerambil sirah
kini kampung bagi dani tinggal kata putus,
sementara rantau adalah kata selesai.
sebab pahit-pahang hidup yang ia rasakan
telah menjelma cerita seram yang membuat
bujang muara tidak tidur tenang semalaman.
meskipun begitu ia punya mimpi sederhana
yang harus tetap dipelihara: membangun rumah lapang
dengan kamar lima, sebagaimana tetangganya.
Pauh, 2022
Rayuan Miskin Kata-kata
nasibku mungkin saja adalah perairan
paling sibuk di semesta, oleh karena itu
dalam sajak ini kau hanya akan mendapati
rayuan yang miskin kata-kata
meskipun begitu, jujur aku sungguh takut
kehilanganmu, seumpama ada gelombang
dari samudera lain yang berdebur di dadaku
hidupku barangkali merupakan kemacetan
kota yang sangat memuakkan, namun
kau tetaplah cinta yang menggetarkan hatiku
dengan cara yang sama setiap malam
walaupun bagimu, aku hanyalah huruf singkat
yang sangat sulit untuk diingat. tapi kau bagiku
adalah kalimat panjang yang tak pernah ingin
kuberi titik
Padang, 2021
Marantau Cina I
untuk Azka Nabila Surham
hari ini aku akan merantau
ke taratak paling asing dan sunyi, kasihku
walaupun begitu, aku pasti kembali seumpama
sungai yang berhulu dalam hatimu
akan kuingat selalu seluruh hari-hari panjang
yang telah kita lewati di kampung
kecil yang tak hendak mati ini
setelah di rantau nanti
akan kukirimi juga kau bunga setiap minggu
agar kau tau bahwa bayangan tentangmu
terus saja bermekaran hebat di rimba dadaku
nanti aku mungkin akan berada
ujung ranah paling jauh, kasihku
meskipun begitu, sesuai janjiku, sungguh
aku pasti tetap pulang laksana ombak yang
bermuara di gonjong balai rumahmu
Pauh, 2021
Merantau Cina II
untuk Azka Nabilla Surham
nanti kita akan bercerita banyak hal, setelah
aku kembali dari rantau yang semakin lama
terasa semakin asing saja ini, kasihku
setelah rantau ini pasak kulintasi
kan kukisahkan padamu tentang nasib orang kota
yang bingung dengan segala montase hidup
yang tak kenal ujung
kelak kita akan kembali berbicara mesra
setelah aku kembali dari rantau ganjil
yang tersisih dari segala rindumu ini, kasihku
sesudah rantau ini lanyah kulalui, akan
kuturunkan sauh kapalku di pahamu
kukan bercerita panjang tentang dunia rindu
yang takkutemui selain dalam pelukanmu
Padang, 2021
Sonata Panjang
pada penghabisan hari,
di tampuk terakhir musim ini
di ujung tidur kau mengigau;
“aku adalah satu-satunya hakim
yang pantas menghukum diriku sendiri”
aku terpaku dan tak dapat menafsir di sanad
masa lalu bagian mana hatimu terkena luka
ketika aku membangunkanmu
aku merasakan sesuatu yang lebih lengang
daripada museum tua yang berabu
dengan segala kebodohan yang kupelihara
baru kini kusadari ada luka tak terbahasakan
yang sedang engkau derita
lantaran itu, aku ingin menyusun sonata panjang
dari potongan tubuhku agar kau dapat melupakan
segala kenangan buruk yang terus-terus menghantuimu
Padang, 2021
Bunga Magnolia
untuk Lesly Fatmayanti
Saat pertama aku menatap matamu
bunga magnolia seakan bermekaran hebat
di rimba dadaku. karena
meski sampai sekarang aku tak pernah
tahu di bibir siapa nanti bibirku bakal berlabuh.
namun aku akan tetap berusaha menjadi hamba
sahayamu selamanya, nona. terlepas apapun
yang bakal terjadi nantinya.
maka demi nama Tuhanku
tolong jadikan aku bagian kecil dari keramaian
kota yang telah lama menyerah tanpa syarat
di bawah kendalimu itu.
Pauh, 2021
Penjelajah Cinta
untuk Nagib Mahfouz
pada remang miang malam, aku ingin masuk
ke dalam hatimu sebagai tanda tanya.
di dalamnya kubayangkan diriku adalah seorang
penjelajah buta warna yang mencari jawaban;
bagaimana cara seseorang menentukan
warna sebuah cinta.
tetapi aku malah mendapati kesulitan-kesulitan
baru ketika hampir menemukan jawabannya.
meskipun begitu, aku akan terus berusaha
memasuki dirimu selayaknya kalimat
lalu keluar sebagai paragraf. karena katamu;
bukankah drama jenaka sekalipun, tetap
harus di selesaikan hingga babak terakhir
Pauh, 2021
Baca juga: Sajak-sajak Frans Purba
Baca juga: Sajak-sajak Ibnu Wahyudi
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Andreas Mazland, lahir Banda Aceh, 21 Juni 1997. Alumnus Universitas Andalas, Sumatra Barat. Menulis esai, cerpen, dan puisi. Karya-karyanya telah dipublikasikan di sejumlah surat kabar lokal dan nasional. Peraih unggulan II Payakumbuh Poetry Festival dan nominator terpilih Lomba Puisi Teuku Umar Meulaboh. Sehari-hari tinggal dan bergiat di Sarang Tampuo, sebuah komunitas sastra di Kota Padang. (SK-1)