Ilustrasi: Anubis dalam Mitologi Mesir Kuno, karya Mychik.
Osiris dan Iris
: cinta membuat semua hal setara
Saatnya Iris bangkit bersimpuh dahaga dari kedalaman rasa sakitnya. Osiris pun datang, memanggul aram batu yang mengerikan. Burung pemakan bangkai ikut tiba, mempercepat kepak sayapnya tanpa belas. Peri kakak-beradik membanting tulang tanpa henti; membiarkan aliran kegundahan gawat ke dadaku, bersenandung pilu.
Andai seseorang yang putus asa tiba bersimpuh di hadapanmu, kau mungkin akan mencabut belati dari selongsongnya. Mencungkil hatinya dalam-dalam, diangkat ke atas saat pemakaman terakhir, dan upacara mayat pun bakal digelar. Kurasa cinta telah menciptakan pilu bagi periodat takdir. Namun aku belum putus asa, dalam upacara itu.
Osiris bernyanyi dan dikafani. Seseorang berjalan pelan ke penjaga berwajah neraka. Melantunkan sekuntum lagu pedih. Sebab tak ada ritus yang lebih baik dari penggali kubur. Kubiarkan simfoni berisingut perlahan ke langit.
Malang, 2022
Taweret
Guruh dan gemuruh
mengapung di atas bahtera
kedalamannya langit pancaroba
padang pasir tandus
menghantam mayat keropok
yang tergantung di antara jembatan
paripurna dan ambang kehidupan
“Bayangkan, layar telah tandas
menuju Apotropaic di sisian sungai Nil.”
Pada hidup seperempat abad
tepi utara kerajaan Ptolemeus
ibu surga sang nakhoda
membangkitkan mayat Ipet, Reret,
dan Hedjet dari perut Piramida.
“Mari kita seberangi hidup dan mati!”
Tetapi yang terjaga hanya gigil kekal
saat jasad terjerembat
bertilam ombak berselubung sakal.
Sumbermalang, 2022
Anubis
Anubis; damai, tentram
jengah dari kebisingan.
Sedang di langit sama,
cucur air mata, banjir jadi luka.
Di mana Anubis?
menegakkan ia keadilan,
bagi jiwa-jiwa yang papa,
bagi roh-roh yang hampa.
Sedang di penjuru lain,
sembunyi dari ketakutan
Anubis berlari dari taksa
pergi meninggalkan duka
beranjak dari ketiadaan
semestinya ia melindungi!
Sedang di seberang bumi
tak ada satu pun tangan
yang menjulurkan kasih.
Tak ada lagi senyum,
tak ada kalimat kasih;
“Jangan takut, aku bersamamu.”
Ia pun berjalan dalam kesia-siaan.
Sumbermalang, 2022
Khonsu
Pada pembantaian minggu kedua, mata tua bernanar. Singup dari gurun tak lagi deras, meski darah masih kemilau dan hari mulai hingar. Sabda-sabda runtuh, janji rumpang, dan ritus mati suri. Sekelebat suara hinggap, dari gagak berjubah putih gelap.
“Timpalah aku wahai pemuda yang hidupnya setengah laksa,” kata pemegang tongkat sabit pada mata putus asa. Senyum Khonsum mengembang. Ia memasuki dirinya yang gamang. Sejenak ngungun, sebelum beranjak ke arah gurun.
Ia ingin menyaksikan kematian di bawah gemilang bulan.
“Apa kau bersumpah, melindungi kita dari pengembara Suriah?” Sebuah atap runtuh, takdir menyeretnya. Diubahlah ia dari mati setengah, jadi pembasmi nyawa. Luka-luka mengelupas, kulit telah sergah dari anyir darah. Dan di padang maha besar, mayat-mayat bangkit, bersama kelebat angin malam. Ia lihat Khonsu¹ dalam dirinya, dewa bulan yang telah diselimuti aram dan dendam.
Sumbermalang, 2022
Aeon
Serupa bongkahan kayu Tua
kulitmu melumpuh
jadi mumi
dan jalan setapak
di depan mata kita
jadi anyir bisul
Usia-mu lebih dewasa
ketimbang semesta
sehari lebih muda
dari durja
Kau bukan Eos,
dewa yang menyuburi
tanah Yunani dengan Cahaya
kau bukan Helios atau Selena
di dadamu hanya gamang
gelap pekat menyerubung
“Entitas kosmik telah menyergahku
dalam sejempa puih-puih kematian.”
Tapi kerangka itu berjumpa
pasrah ke arah Zeus
Malang, 2022
Catatan:
¹ Khonsu adalah dewa bulan dalam mitologi Mesir kuno. Puisi tersebut ditulis atas penapsiran pada serial televisi berjudul Moonknight, produksi Amerika Serikat: Marvel Cinematic Universe, disutradarai oleh Jeremy Slater. Serial tersebut diangkat dari kisah Marvel Comics. Pada fase keempat, banyak membahas tentang dewa-dewi Mesir kuno seperti Taweret, Anubis, Ammit, Osiris, Isis, Horus, Seth, Ra, dan Bastet.
Baca juga: Sajak-sajak Tiara Nabila
Baca juga: Sajak-sajak Stevie Alexandra
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Dani Alifian, nama pena dari Muhammad Afnani Alifian, pemuisi dan penulis muda. Lahir di Situbondo, Jawa Timur, 1999. Menamatkan studi pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Malang. Sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan studinya ke program magister di perguruan tinggi yang sama. Aktif menulis puisi, esai, dan artikel. Dalam dunia perpuisian, ia telah mengukir prestasi lewat juara II pada Festival Puisi Mahasiswa Nasional HMJ Universitas Negeri Malang dan juara Favorit Lomba Cipta Puisi Nasional Festival Seni Budaya dan Sastra Universitas Brawijaya Malang. Kini, tinggal di Kota Malang dan bergiat sebagai pekerja lepas di media daring. (SK-1)