Ilustrasi: Pingkan Patricia
Pulang
Langit mendung hujan merinai
tanah menyambut penuh sukacita
hari manusia tak pernah ketahui
kapan Sang Pencipta panggil kita
Terima kasih untuk bahagia di dunia
kenangan kecil, remaja, dan dewasa
bersama orang yang dititipkan-Nya
menemani jejak kehidupan jua
Syukur penuh untuk belantara
mendatangkan kopi terbaik dunia
meskipun semua hanya sementara
namun begitu berarti aku menyeruputnya
2022
Lahir
Kita: segumpal air jadi darah
menjelma seonggok daging
bertemu dua sosok manusia
yang dipanggil ayah dan ibu
Hutan: memanusiakan kita
bertemu makhluk yang lain
mengerti siapa itu manusia
mengartikan tangis dan tawa
Bertumbuh dan berkembang mengikuti alur kehidupan. Menghabiskan cemas dan emas
Hutan: rimbun, mekar, subur
rumah peradaban masa depan
bagi kehidupan manusia berikutnya
kita: segumpal air jadi darah
2022
Tumbuh
Katanya kopi minuman terenak di dunia
apalagi jika diseduh bersama yang tersayang
pada suasana hujan terkadang menggelisahkan
rasa pahitnya seolah berubah menjadi hangat
Semenjak aku tak sungkan mencobanya
mencicipi berbagai rasa hingga bertanya-tanya
tentang asa yang aneh dan tak masuk di nekluesku
tapi semua kusalami laik mendaki gunung demi rasa terbaik
Ajari aku apapun kau mau
tentang riwayat secangkir kopi
adakala panas dan kadang dingin
semua silih berganti sesuai masa-Nya
2022
Baca juga: Sajak-sajak Revina Indrianti
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Layu
Pernah aku bertanya kepada Sang Pencipta
hidup membawa kita ke mana saja selain ke hutan
pertanyaan yang muncul saat remuk mencucuk
sejenak lupa tuk tuju perjalanan selanjutnya
Saat raga pisah asa dan luka, harapan seakan terasa sangat jauh
tapi ada satu hal perlu dipersiapkan
jawaban kepada Tuhan di pengakhiran
Layaknya hutan saat bergundulan
konservasi harus dilakukan bersama
begitulah hidup harus terus dijalani
ada kesulitan maka kemudahan
2022
Puncak
Pergi ke hutan mencari cerita baru
melihat burung menggapai mimpi
merasakan udara sejuk menenangkan
rasanya, aku lupa apa itu patah hati
Penolakan mendatangkan tangisan
kegagalan membuat lupa diri sendiri
remuk hati terasa menua di pundak
namun di hutan aku temu yang baru
Saat dunia tidak menjadi teman baik
rupanya alam luas maha menenangkan
merelakan apa yang meninggalkan sejenak
sampai tiba waktunya melanjutkan kehidupan
2022
Baca juga: Sajak-sajak Joni Hendri
Baca juga: Sajak-sajak Fahira Rayhani
Baca juga: Puisi Esok Pagi, Jalan Tikus Pascakontemporer
Laksita Gama Rukmana, menyukai dunia tulis-menulis dan membaca. Alumnus Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (tamat 2017). Sajak-sajak di sini merupakan karya yang termasuk dalam 50 peserta pilihan pada Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Kini bekerja di Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan beraktivitas sastra di Surakarta, Jawa Tengah.