Sajak-sajak Irhamni Malika

Ilustrasi: Pingkan Patricia 

 

Rindu Berbalut Sendu 

Aku seakan rapuh, butuh direngkuh 
pesimis mengiris dunia yang bengis. 
Pahit; menjerit kepahitan pun tak pernah 
tak suka manis, kecuali jika itu terjadi padaku. 

Kau mengibaratkanku asupan kafeina 
seperti robusta yang merekat alkaloid. 

Tak perlu selalu dirawat, sayang 
namun tetap saja, kau butuh pelindung. 
Biarlah kucari peneduh lain yang rindang; 
tinggi, lebar, dan tegap saat topan datang. 

Menjadi tempat berbagi rasa 
ketika kemarau bertaji begitu panjang. 

Teruslah tumbuh di tanah gersang 
biarlah dipetik; tak pilu, kecuali rindu 
aku ingin memetikmu dengan tenang, 
seperti embut retak di pintu pagi nan sendu. 

2022 

Baca juga: Bayar Kopi dengan Puisi

Baca juga: Penyair Riau Raih Lomba Cipta Puisi Kopi

 

Mutiara Hitam Abadi 

Arkais bukan kata cocok untuknya 
sejak dahulu kala, di sini terus ada. 
Musim tak merajam sebab ia berharga 
waktu berlalu; lalu kini dan selalu saja. 

Mutiara hitam diracik dan disesap 
sejak kita bernama nusa di antara 
dan kembali pada Nusantara 
baik gelap maupun terang. 

Cangkir mengepulkan asap, beradu bibir mengendapkan kulacino. 

Sesama jenis, cuma beda lingkungan 
entitas lokal; ia sabar tumbuh di bawah 
bayang-bayang penaung, hijau nan rimbun. 

Suasana gersang, monachopsis 
mutiara berharga bagi para penanam 
entah mengapa abadi dan tak dibenci, 
mewangi sepanjang penjuru mata angin 
saat aku menyeruputnya, ada rasa sayang. 

2022 

 

Kopi Dia 

Kopi serupa jejak 
aroma tubuh berasam 
di antara beribu jenisnya. 
kopi seperti sabda panjang, 
mengaung di setiap ritme waktu 

filosofi; peluh, butuh, dan jenuh. 

Kopi laksana raga, 
ia cairkan pekat mengalir teduh 
walau darahnya tak semerah kesumba. 

Seperti ritual tetua-tetua, 
menyesap dan menghirup, 
memunculkan gema di cangkir 
mengimpikan istana mimpi megah 
berbalut mutiara hitam bersahabat 
tempat menyembah dan memuja. 

Satu entitas beda dimensi 
aku merenung-renung; entah 
kenapa gula rela memberi manis 
sedang patal kehidupannya begitu pahit. 

2022 

Baca juga: Sajak-sajak Tegar Ryadi

Baca juga: Sajak-sajak Fahira Rayhani


Kopi dan Tuan 

Apakah kau rasa dunia adil, Pi? 
segala usaha telah tuanmu lakukan 
membersihkanmu musim demi musim 
merawatmu penuh kesabaran dan keuletan. 

Apakah kau tak mengerti, Pi? 
tuanmu hanya mendapat serbuk 
sedikit untung, selalu rugi bertamu 
pada awalnya hanyalah anak gunung, 
tak tahunya banyak yang menyayangimu. 

Mereka menukarmu sebagai logam 
mengemasmu ke kafe bergengsi 
bagi kebutuhan pemetik inspirasi 
atau sekadar teman bicara dalam sepi 

Hargamu melambung tinggi, Pi? 
sesungguhnya tak adil bagi tuanmu 
aku punya mimpi; sejahterakan petani 
membuat kau dicari di lautan seberang. 

2022 


Lelaki Baik Hati 

Jangan pernah menghakimi si pahit 
tak kan sekalipun ia menyakiti kamu 
walau terluka, tak berkeluh kesah; 
beraroma embun, bersayap senyap. 

Para petani menanamnya 
tak seperti lelaki kaya raya; 
memilih sebelum memilah teman 
segala berakar, semua bernyawa. 

Sedari dahulu ia sudah peduli 
pada kerusakan lingkungan 
ketika langkahnya tepat musim, 
ia kembali disemai dan ditanam. 

Menemani siapa pun jua 
dalam setiap aroma kepahitan. 
Ah, ia menjelma seorang lelaki baik hati. 

Mungkin saja, sejak dahulu 
ia mengetahui riwayat sabda alam; 
dunia tak selamanya manis dan amis. 

Sang lelaki ingin menjadi pemimpi, 
agar tak ada tangisan pahit di bumi. 

2022 

 

Baca juga: Intervensi Pranikah

Baca juga: Sajak-sajak Antonius Tanan

Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 

 

Irhamni Malika, menekuni dunia tulis-menulis, lahir di Susoh, Aceh Barat Daya, Aceh, 10 Juli 2001. Mahasiswi pendidikan S1 di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh. Sajak-sajak di sini merupakan karya yang termaktub dalam 50 peserta pilihan kurator pada Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Kini berkegiatan dan beraktivitas di Banda Aceh.