Secangkir Kopi Toraja
Semilir angin menderu
menuju ke laut berombak
daun-daun turut bersuara
membawa harum semerbak.
Matahari perlahan menepi,
merapal ke ufuk maha sepi
aku ditemani secangkir kopi
menanti rembulan dari tirai.
Sempurnalah!
menghirup aroma kopi raja
ibu menanti anak-anaknya pulang,
malam pun tiba di pesisir selatan, tanah Toraja.
2022
Baca juga: Penyair Riau Raih Lomba Cipta Puisi Kopi
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Nikmat
Sajian tak kau sukai
nyatanya pahit dan kecut
perlahan ingin aku menceritai;
cobalah, moccacino kau seruput.
Tak perlu berucap gores
saat berkacamata sendiri
tak harus menghina paras
sesat buat kita buta dan tuli.
Mari minum; petiklah kebijakan,
hiruplah agar menemukan rasa,
suara keabadian pernah diacuhkan
tak berguna malu, lidah terlanjur bercabang.
Sekiranya;
pahit menyembuhkan rasa,
meski mengendap di serat-serat sunyi
sejurus hening menyelimuti sepotong rindu
tak pernah kutahu arah janjimu ke mana berlabuh.
Petani menyemai biji-biji
sepenuh hati diramu dari hutan
kopi-kopi tak lagi kecut dan pahit
menjadi buruan kaum cendekiawan.
2022
Inilah Aku
Para pecinta tahu
para penikmat paham
para peracik menyanjung
para pengagum menghargai
Pun juga,
para pencemooh menutup hati
para pencemburu mencaci maki
para pengejek mengacuh tak henti
para pembenci tak tahu menghargai.
Padahal,
kita berpijak di bumi
terlahir di negeri ramah,
ini Republik subur sentosa
flora dan fauna kian berlimpah.
Membuat tinggi hati
hanya bikin menjauhi bumi;
angkuh terhadap pijakan sendiri,
bukan pilihan melestarikan alam kini.
Inilah aku!
tumbuh di hutan raya
dipetik oleh tangan bernyawa
dengan segala maha ketulusannya.
Perwujudan sempurna
mengaliri cinta bagi insan
yang menghirupnya.
2022
Baca juga: Sajak-sajak Tegar Ryadi
Baca juga: Tentang Remy Sylado, D'Anthes, dan Pushkin
Lestari
Kubuka sebuah pintu
mencari aroma yang sempat hilang
memandangi sudut-sudut yang menyatu
agar mendapati tawa dan canda gemilang.
Hati menatap;
secangkir kopi di meja
menghidupi jiwa-jiwa sepi
alunan irama sama di tempat ini.
Wahai, pemuda-pemudi!
teriaklah bagi petani yang tertindas
tak perlu merajut kekerasan dan kebencian.
Pepohonan di hutan
harus kita lestarikan kembali
agar menebar setitik kebahagiaan
di wuwungan langit yang cemas ini.
2022
Americano
Pada secangkir americano
aku menjabarkan segala rasa
menggebu keinginan berkelana
ke rimba raya, tempat paling aman.
Pada secangkir americano
aku menggores kenangan hujan
mendamba sang kekasih pulang
ke rumah, tempat paling nyaman.
2022
Baca juga: Diskriminasi Guru PAUD
Baca juga: Sajak-sajak Arina Jannah
Baca juga: Ami Intoyo, Senyum Itu Tiada Kini
Revina Indrianti, mahasiswi, menyukai dunia tulis-menulis dan membaca, lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 19 Januari 2003. Puisi-puisi di sini merupakan karya yang termaktub dalam 50 peserta pilihan pada Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival PeSoNa Kopi Agroforestry 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Kini, berkegiatan dan berdomisili di Kota Banjarmasin. Ilustrasi MI/Bayu Wicaksono.