PUASA untuk tidak makan, minum, merokok, dan berhubungan suami istri ialah biasa, tetapi puasa bicara terkadang lebih berat.
Kita terkadang lebih mudah disuruh bicara daripada disuruh diam. Jika seseorang rajin bicara, unsur dosa seperti dusta, ria, syirik, sombong, dan sumpah palsu bisa terjadi. Bahkan, orang berpengaruh yang rajin mengeluarkan pernyataan berpotensi menimbulkan kehebohan dan kebingungan masyarakat.
Salah satu resep untuk meraih ketenangan batin ialah berpuasa bicara. Resep itu diajarkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi Zakaria. Saat itu Nabi Zakaria dan istrinya tak pernah berhenti berdoa untuk memiliki anak meskipun keduanya sudah berusia lanjut.
Ia bernazar sekiranya bisa dikaruniai anak maka akan berpuasa bicara selama tiga hari. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Zakaria berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Tuhan berfirman, "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat." (QS Maryam/19:10). Akhirnya doa dikabulkan dan Nabi Zakaria menunaikan nazarnya.
Allah SWT mengingatkan agar manusia hati-hati soal bicara, sebagaimana firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS Al-Ahzab/33:70).
Dalam hadis Nabi disebutkan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya maka hendaklah ia mengatakan yang benar atau lebih baik diam.” Nabi juga mengingatkan kita, “Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan anak cucu Adam ialah pada lidahnya.”
Basyar al-Hafi pernah mengatakan, "Jika suatu pembicaraan membuatmu terkagum-kagum, sebaiknya Anda diam saja. Jika diam justru membuatmu terkagum-kagum, sebaiknya Anda angkat bicara.”
Orang-orang masih memperselisihkan mana yang lebih utama antara diam dan bicara. Yang lebih tepat sesungguhnya ialah masing-masing antara diam dan bicara memiliki keutamaan jika dibandingkan dengan yang lain, bergantung pada situasi dan kondisinya.
Namun, tidak selamanya diam itu baik. Ada kalanya seseorang harus dan wajib bicara, terutama menyuarakan kebenaran, sebagaimana sabda Nabi, "Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit.”
Dalam situasi lain, seseorang yang diminta untuk bicara haruslah bicara, terutama jika pembicaraan itu mendatangkan maslahat dan mencegah mudarat.
Konon, Abu Hamzah al-Baghdadi ialah seorang yang bagus bicaranya, lalu terdengar suara memanggilnya, “Engkau berbicara dan bicaramu bagus, sekarang tinggallah engkau diam sehingga engkau menjadi bagus.” Setelah itu, ia tidak pernah lagi bicara hingga wafatnya. Puasa bicara berarti membuka peluang untuk mencapai ketenangan batin.