20 September 2023, 09:30 WIB

Ada Tahanan Hamil, KPK Pastikan Pembantaran Persalinan


Candra Yuri Nuralam |

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan mantan Bendahara Pengeluaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Christa Handayani Pangaribowo bisa menjalani persalinan di rumah sakit. Tahanan kasus dugaan rasuah penyaluran tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM itu sedang hamil besar.

"Ketika nanti hamil, sudah masa-masa mau melahirkan tentu kita akan bantarkan dan dilakukan persalinan secara di rumah sakit," kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur di Jakarta, Rabu (20/9).

Asep menjelaskan penahanan Christa nantinya bakal dibantarkan jika persalinan berlangsung. KPK memastikan haknya sebagai tahanan didapatkan.

Baca juga: Penentuan Besaran Anggaran Tukin di Kementerian ESDM Diselusuri KPK

"Penegakan hukum itu kita harus memperhatikan hak asasi manusia, seperti juga itu diterapkan kepada Pak Lukas Enembe," ujar Asep.

Namun, Asep tidak bisa memastikan waktu pasti pembantaran Christa. Sebab, penentunya adalah dokter yang akan melakukan pemeriksaan nantinya.

Baca juga: KPK Terus Mengulik Pembelian Jet Pribadi Lukas Enembe

"Dokter itu lah yang akan me-judgment orang ini misalkan yang ditahan ini sudah harus masuk untuk karena kesehatannya dan yang lainnya karena hamil lebih baik misalkan dibantarkan," ucap Asep.

Ada 10 tersangka dalam kasus korupsi pembayaran tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. Mereka yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.
 
Tersangka lainnya, yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.
 
Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar.
 
Kemudian Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
 
Lalu, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan.
 
Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.
 
Para tersangka juga menggunakan uang haram untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan, pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan, dan logam mulia.
 
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Z-3)

BERITA TERKAIT