PONDOK Pesantren diimbau tak lagi menjadi tempat mendulang suara bagi para kontestan yang mengikuti pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Kiai dan santri kerap menjadi rebutan saat mendekati hajatan lima tahunan itu.
"Realitas itu tampaknya harus diubah. Pesantren tak boleh lagi hanya menjadi tempat untuk mendulang suara bagi capres," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga melalui keterangan tertulis, Senin (18/9).
Jamiluddin menyoroti fenomena capres-cawapres yang intens mengunjungi pesantren dan seolah mengisyaratkan kepeduliannya. Bahkan, mereka mengubah penampilan dengan mengenakan sarung, layaknya yang dikenakan kiai dan santri.
Baca juga: Ganjar Pranowo Sebut Dirinya Diundang ke UI Karena Survei
Selain itu, capres-cawapres juga berziarah ke makam-makam yang dihormati para kiai dan santri. Doa turut dipanjatkan untuk mendapat keberkahan.
"Namun, ritual seperti itu sontak berkurang seiring usainya hajatan Pilpres. Orang-orang penting pun tak lagi sowan ke pesantren. Tak ada lagi keramaian di pesantren yang mendapat publikasi luas media," ucap Jamiluddin.
Baca juga: Demokrat akan Deklarasikan Dukungan ke Prabowo di Rapimnas
Berdasarkan fenomena itu, Jamiluddin mendorong pengelola pesantren berani memasang jarak dengan para capres-cawapres. Netralitas harus dikedepankan agar para santri dapat memilih pasangan capres lebih independen.
"Kalau hal itu dilakukan, ritual lima tahunan di pesantren tak perlu terjadi. Pesantren akan menjadi lembaga paling dihormati. Sebab, para capres akan menghormati netralitas dan independensi pesantren, termasuk kiai dan santrinya," ujar Jamiluddin.(Z-3)