PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ridho Al Hamdi menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang data intelijen terkait partai politik merupakan menunjukan dua hal.
Pertama merupakan kewajaran sebab ia sudah menjadi presiden dua periode. Kedua pernyataan itu merupakan sikap untuk menunjukan kekuatan Jokowi terhadap partai politik yang akan berkompetisi menghadapi pemilu 2024.
"Jelas karena pertama dia adalah presiden dan menjadi magnet dari kekuatan partai politik saat ini terjadi. Jadi wajar presiden mengatakan itu," ujarnya, Sabtu (16/9).
Baca juga : Jokowi Dinilai Berikan Kode Kepentingan
Dalam pernyataan itu juga bisa dimaknai sebagai pengingat peran dan kekuatan yang dimiliki Jokowi terhadap partai politik yang berseberangan dengannya sehingga bisa menimbulkan konflik.
Baca juga : Presiden Jokowi Sebut Partai-partai Koalisi dan Cawapres Belum Jelas
"Bagaimana pun Jokowi memimpin sebagai presiden selama 10 tahun itu menunjukkan bahwa dia punya kuasa. Makanya kalau seandainya dia mengatakan mau tahu segalanya jelaslah jangankan presiden yang tidak presiden kita tahu bagaimana dalam-dalamnya partai politik dengan segala macam dinamikanya,” ungkapnya.
Dengan demikian dalam pilpres 2024 Jokowi pasti mengatahui cara mendukung kepada capres yang dikehendakinya termasuk menunjukan perlawanan kepada Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Saat ditemui di DPP Partai Golkar Dave Laksono berpendapat pernyataan itu wajar disampaikan kepala negara yang memang harus memastikan situasi politik jelang pemilu 2024.
"Namanya seorang kepala negara ya ini wajar, kalau kita lihat kepala negara barat saja banyak tahu negara lain apalagi kepala negara sendiri. Itu hal yang lumrah apalagi seorang kepala negara dalam menentukan kebijakan untuk mengetahui semua elemen pemerintahan," ungkapnya.
Menurutnya presiden dalam menentukan kebijakan harus menempatkan pertimbangan, itu adalah bagian dari tugas kepala negara dan kewajiban dari lembaga intelijen. (Z-8)