WAKIL Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) paham bahwa penentuan sistem pemilu merupakan ranah pembuat undang-undang yang masuk dalam open legal policy.
“Kalau dikatakan bahwa itu menjadi open legal policy maka MK harus menjadi penjaga moral demokrasi di indonesia karena yang digugat itu sistem pemilu tertutup seperti jaman primitif padahal kita sudah melaksanakan suara terbanyak sistem proporsional daftar terbuka berdasar suara terbanyak sejak 2009,” ujarnya, Kamis (8/6)
Menurutnya penyelenggara pemilu sudah terlatih dan berpengalaman untuk menyelenggarakan dan melaksanakan serta mengawasi proses pemilu. Masyarakat sudah terbiasa dengan pemilihan sistem terbuka berdasarkan suara terbanyak. Bahkan dalam pemilihan di lingkup terkecil pun proses demokrasi tersebut berjalan.
Baca juga : Mahkamah Konstitusi Belum Agendakan Sidang Putusan Sistem Pemilu
“Di pilkades juga terbuka dengan pemilihan langsung. Maka jika kita kembali ke sistem tertutup itu akan mencederai nilai demokrasi karena prinsip demokrasi orang per orang, suara dan nilai tidak akan terwujud dalam sistem tertutup," jelasnya.
Baca juga : NasDem Minta MK Segera Putuskan Perkara Sistem Pemilu
Dorongan publik dan delapan partai politik yang menghendaki sistem proporsional terbuka tidak bisa dibendung. Sehingga hal itu membuktikan proses demokrasi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem bernegara. Dalam pengalamannya melakukan kunjungan kerja ke luar negeri di negara, Yoga menyampaikan keterkejutan negara tersebut jika Indonesia kembali ke sistem proporsional tertutup.
“Jika alasannya adalah money politik, itu sebetulnya tidak ada kaitannya dengan sistem pemilu. Sistem pemilu apapun itu rawan money politik karena itu dipengaruhi oleh tata laksana pemilu yang amburadul, tingkat ekonomi masyarakat yang rendah dan kesadaran politik rendah sehingga semua penyebab dan terakumulasi. Jadi memperbaikinya bukan dengan sistem yang diubah tapi poin tadi yang dibenahi,” ungkapnya. (Z-8)