24 May 2023, 20:22 WIB

Sejarah Pemilu dan Asasnya serta Penjelasan Luber Jurdil


Meilani Teniwut |

PEMILIHAN umum (Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata pemilihan lebih sering digunakan.

Di Indonesia, ketentuan dan peraturan pemilu diatur dalam perundang-undangan. Pemilu di Indonesia pertama kali diselenggarakan pada 1955.

Sejarah pemilu di Indonesia

Sejarah pemilu di Indonesia dimulai pada 1955 atau 10 tahun setelah proklamasi dikumandangkan Sukarno-Hatta pada 1945. Pemilu 1955 merupakan pemilu tertunda karena alasan belum siapnya UU, ketidakstabilan ekonomi dan keamanan, serta fokus bangsa saat itu ialah mempertahankan kedaulatan.

Baca juga: Jelang Pemilu, Empat Doa Mohon Pemimpin yang Penyayang

Dalam Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 3 November 1945, pemerintah sebenarnya ingin menggelar Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR Januari 1946. Akan tetapi, karena alasan-alasan tersebut rencana Pemilu 1946 urung terjadi.

Akhirnya, Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang berhasil dilaksanakan secara demokratis. Ini yang kemudian dijadikan pedoman bagi pelaksanaan pemilu selanjutnya. Berikut sejarah pemilu di Indonesia dari masa ke masa.

Baca juga: Cara Menangkal Berita Hoaks Jelang Pemilu 2024

1. Pemilu 1955.

Pemilu nasional pertama di Indonesia dilaksanakan sebanyak dua kali untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan anggota Konstituante pada 25 Desember 1955. Melansir laman Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Batam, pemilu 1955 menggunakan sistem proporsional. Artinya, kursi yang tersedia dibagikan kepada partai politik sesuai dengan imbangan perolehan suara yang didapat oleh partai politik tersebut.

Karena itu, sistem tersebut dinamakan sebagai sistem berimbang. Sebab, wilayah negara ialah daerah pemilihan. Akan tetapi karena terlalu luas, dibagikan berdasar daerah pemilihan dengan membagi sejumlah kursi melalui perbandingan jumlah penduduk.

Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden bahwa UUD 1945 dijadikan sebagai dasar negara serta penggantian Konstituante dan DPR hasil pemilu dengan DPR-GR. Selain itu, kabinet yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK, dan MA diangkat menjadi pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.

2. Pemilu 1971.

Setelah pemerintahan Presiden Soekarno, MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Pada 27 Maret 1968 Soeharto ditetapkan sebagai Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968).

Adapun mengenai pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan pada pemilu 1971 berbeda dengan pemilu 1955. Pada periode itu, mereka menggunakan UU Nomor 15 Tahun 1969 sebagai dasar yakni semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan.

Pada laman Kemendikbud dijelaskan bahwa pemilu 1971 diikuti oleh 10 partai politik dan 1 ormas, yaitu NU, Parmusi, PSII, Perti, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Hasilnya, Golkar ditetapkan sebagai partai suara terbanyak diikuti NU, PNI, dan Parmusi.

3. Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997.

Presiden Soeharto memerintah selama 32 tahun dengan enam kali penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II. Presiden dan Wakil Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR. Meski Soeharto menjadi Presiden selama 32 tahun, Wakil Presiden selalu berganti setiap periode.

4. Pemilu 1999.

Tergulingnya pemerintahan Presiden Soeharto lantas membuat pemilu dipercepat dan dilaksanakan pada 1999. Padahal, seharusnya pemilu baru diadakan lagi pada 2002.

Dengan persiapan yang tergolong singkat, pemilu 1999 diselenggarakan pada 7 Juni 1999. Pemilu pada tahun itu terlaksana secara damai tanpa ada kekacauan.

Cara pembagian kursi hasil pemilihan ini menggunakan sistem proporsional. Namun, penetapan calon terpilih berbeda dengan pemilu sebelumnya, yaitu dengan menentukan peringkat perolehan suara suatu partai di Dapil. Para calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah tempat seseorang dicalonkan.

Kemudian dari hasil Sidang Umum MPR, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri kemudian digantikan oleh pasangan Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz dari Sidang Istimewa MPR, 23 Juli 2001.

5. Pemilu 2004.

Dalam pemilu 2004 Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih langsung oleh rakyat lantaran terjadi perubahan amendemen UUD 1945. Terdapat dua macam pemilihan umum di periode 2004. Pertama untuk memilih anggota parlemen dan kedua melakukan pemilihan presiden.

Selain itu, pemilu periode 2004, dilaksanakan dua putaran. Putaran pertama pada 5 Juli 2004 dan putaran kedua pada 20 September 2004. Hasilnya, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2004-2009.

6. Pemilu 2009.

Pemilu 2009 dilaksanakan pada 8 Juli untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan pada 9 April 2009. SBY kembali terpilih sebagai Presiden dengan Wakil Presiden Boediono untuk periode 2009-2014.

7. Pemilu 2014.

Pada pemilihan umum 2014, pelaksanaannya tidak berbeda jauh dari tahun sebelumnya. Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD diselenggarakan pada 9 April (dalam negeri) dan 30 Maret sampai 6 April (luar negeri).

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan pada 9 Juli 2014. Hasilnya, pasangan Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019.

8. Pemilu 2019.

Dilaksanakan pada 17 April 2019, pemilu periode ini diikuti oleh 14 partai politik nasional dan 4 partai politik lokal Aceh. Pemilu 2019 dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk 2019-2024.

Asas-asas pemilu dan penjelasannya

Aturan mengenai pemilu beberapa kali mengalami perubahan. Aturan pertama ditetapkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1954. Aturan terbaru diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, asas-asas Pemilu di Indonesia terdiri dari enam hal. Berikut penjelasannya.

1. Langsung.

Asas langsung mengandung makna bahwa rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung tanpa ada perantara dan sesuai dengan kehendak hati nurani.

2. Umum.

Asas umum dalam pemilu yakni memberikan jaminan kesempatan bagi semua warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang. Pemilu dilakukan tanpa diskriminasi atau hal yang berhubungan dengan suku, ras, agama, dan antargolongan.

3. Bebas.

Asas bebas berarti setiap warga negara bebas menentukan pilihannya sesuai dengan kehendak hati nurani dan tanpa paksaan dari siapa pun. Keamanan kebebasan ini juga dijamin oleh undang-undang.

4. Rahasia.

Asas rahasia mengandung pengertian bahwa dalam memberikan suara, pilihan dari setiap warga negara (sebagai pemilih) akan mendapatkan jaminan dan tidak akan diketahui oleh pihak manapun.

5. Jujur.

Asas jujur yaitu setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terlibat dalam pemilu harus bersikap dan berbuat jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil.

Asas adil dalam pemilu berarti setiap pemilih berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan bebas dari kecurangan dari pihak manapun. (Z-2)

BERITA TERKAIT