24 May 2023, 18:36 WIB

Anggota DPR Dinilai Belum Wakili Kepentingan Publik


Sri Utami |

ANGGOTA DPR dinilai belum merepresentasikan dirinya sebagai wakil rakyat yang dibutuhkan atau diinginkan oleh publik. Mayoritas wakil rakyat berasal dari kalangan pebisnis yang menjadi politisi atau politisi yang menjelma menjadi pebisnis. 

Peneliti Senior Populis Center Usep Saepul Ahyar saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/5) mengatakan jumlah persentase tersebut dapat dilihat pada jumlah anggota DPR dari kalangan pebisnis pada 2014-2019 sekitar 37%. Jumlah ini meningkat menjadi 45% pada 2019-2024. Jumlah ini belum termasuk jumlah para artis yang menjadi anggota dewan.

"Tidak sampai setengahnya wakil rakyat yang betul-betul mewakili yang dibutuhkan dan diinginkan oleh publik. Ini bisa menjadi perbandingan. Sebenarnya dari latar belakang itu memperlihatkan ada ketimpangan struktur yang menduduki jabatan publik dan di masyarakat secara keseluruhan. Dan juga terlihat bahwa kelompok tertentu saja yang lebih berhasil naik ke DPR yang sifatnya hitungan kuantitatif bukan kualitatif," jelasnya, Rabu (24/5).

Baca juga : DPR: Jangan Ada Satu Kuota Haji Tambahan yang Tak Terpakai

Hal ini dapat dimaknai bahwa kiblat elektabilitasnya lebih kepada banyaknya jumlah kapital dan jaringan bukan, reputasi, kapasitas dan kemampuan. Dengan demikian sertifikasi penentuan cara dan kriteria serta proses dalam merekrut calon anggota wakil rakyat atau kader partai politik, harus dibuka.

Baca juga : DPR Minta Pemerintah Membagi Tambahan Kuota Haji Secara Proporsional

"Kapan waktunya dan seterusnya menurut saya harus dibuka seterbuka mungkin yang ideal itu seperti apa. Itu yang jadi persoalan selama ini,” ujarnya. 

Menurutnya partai politik mulai membuka diri untuk terbuka dan demokratis memberikan. Kesempatan yang seluas-luasnya pada masyarakat. Namun ada juga partai yang masih menutup diri tentang sikap tersebut sehingga publik tidak tahu mengetahui tentang hal itu.

"Lalu kriteria juga tidak pernah dibuat atau dilempar ke publik seperti apa yang seharusnya sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh masyarakat. Jangan sampai rakyat hanya di ujung saja dipilih untuk memilih orang yang mereka sudah tentukan kriterianya. Sedangkan kriterianya publik tidak pernah diajak untuk bicara kritiknya dan sebagainya," paparnya.

Persentase yang tidak menjadi kebutuhan publik ini mencerminkan dari posisi atau model rekrutmen dan pengkaderan parpol yang juga masih ada pertanyaan dan masalah. Sehingga partai lebih bertujuan hanya menyediakan atau melakukan rekrutmen dengan melihat keterpilihan yang menjadi pokoknya.

"Keterpilihan itu ada tiga misalnya siapa yang punya kapital, siapa yang punya jaringan, lalu siapa yang punya pengalaman. Makanya petahana, pemilik kapital terpilih yang mendominasi DPR 2019-2024 termasuk kelompok tua yang terus terpilih di DPR karena memang masa jabatan DPR itu tidak terbatas selama dia terus terpilih," ungkapnya.

Kondisi tersebut menjadi sistem yang harus dibatasi dalam UU pemilu atau UU kepartaian. Pembatasan tersebut untuk membatasi partai politik hanya melakukan sesuatu yang populis dan hanya berorientasi menang.

"Padahal kalau menang terus mau ngapain apakah wakilnya bermanfaat buat masyarakat atau tidak. Mau bekerja apa dia nanti di parlemen. Padahal mau merekrut orang yang bisa kerja atau tidak. Makanya kriteria itu harus dibuka selebar lebarnya dan didiskusikan juga modelnya seperti apa prosesnya seperti apa. Jangan diam saja," jelasnya.

Dalam diskusi Fenomena Selebriti Menjadi Politisi Pada Pemilu 2024 Waketum Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah meyakini masing- masing partai politik mencoba mencari kader dari berbagai kalangan, termasuk dari Perindo.

"Termasuk kami yang mencari dari berbagai kalangan bahkan ini jadi bukti partai perindo sebagai benteng inklusif tidak hanya kalangan artis tapi juga purnawirawan, pengusaha dan tokoh masyarakat, agama dan dari teman-teman media yang ikut terlibat dengan aktivitas yang ada," terangnya

Lebih lanjut dikatakan tingkat kepopuleran para artis yang ada menjadi idola yang memang dipilih oleh masyarakat. Tapi Perindo juga ingin membangun dinamika yang inklusif. Partai politik harus memiliki cara untuk meningkatkan kapabilitas kadernya khususnya para artis.

"Berbagai cara yang memang harus kita lakukan. Kita tahu bahwa kami bedakan ada ruang legislatif ada ruang eksekutif. Bagaimana artis atau semua kalangan berperan dalam legislatif dan bagaimana berperan di eksekutif," tukasnya. (Z-8)

BERITA TERKAIT