Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai Presiden Joko Widodo tengah memainkan peran berdiri di dua kaki. Bahkan mungkin saja, Jokowi yang mengatur pertemuan anaknya yang juga Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka bersama Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
“Prabowo dan Gibran pun senada, mereka sebagai politisi. Ini gambarkan jika Jokowi mulai terbuka memainkan peran dengan dua kaki, satu sisi di Ganjar, sisi lain di Prabowo, karena Gibran tidak mungkin berseberangan dengan Jokowi. Bisa saja, pertemuan itu justru Jokowi yang mengatur,” ujar Dedi hari ini (23/5).
Sikap Presiden Jokowi yang tidak sepenuhnya mendukung capres partainya, PDIP, yaitu Ganjar Pranowo, disebut bisa merugikan suara partai.
Baca juga: Pengamat Sebut Jokowi Cek Ombak Level Kepatuhan Ganjar
“Ini sebagai bentuk peringatan pada PDIP, bahwa restu Jokowi pada Ganjar bukan sebatas sesama kader PDIP, tetapi ada tawar menawar agar Ganjar tidak sepenuhnya dikuasai Megawati,” sebut Dedi.
Menurutnya, bagaimanapun juga sosok Ketua Umum Megawati Soekarnoputri sangat besar pengaruhnya di PDIP. Termasuk juga soal pertemuan Gibran dan Prabowo. Saat itu sejumlah relawan Jokowi memberikan dukungannya pada capres Prabowo.
Baca juga: Hasto Bantah Keterlibatan Jokowi dalam Pertemuan Gibran dan Prabowo di Surakarta
“Tentu PDIP merasa dirugikan atas aksi Gibran berdasarkan restu Jokowi itu, mereka akan tahu jika mereka sedang dipermainkan relawan Jokowi dan itu tentu atas restu Jokowi, setengah hati Jokowi membela partai tentu akan sangat berimbas,“ jelas Dedi.
Gibran sendiri dipanggil oleh PDIP, diduga karena bertemu dengan Prabowo. Dedi beranggapan, memanggil Gibran pada dasarnya juga bukan untuk Gibran, tetapi penanda untuk Jokowi, jika PDIP juga punya nyali menegur Presiden dan keluarganya sekalipun.
Jokowi tak Perlu Jadi Head Hunter
Sementara itu, Pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai dinamika antara poros pendukung Ganjar Pranowo dan poros pendukung Prabowo Prabowo adalah imbas dari sikap Presiden Joko Widodo yang ingin mencari penerusnya di Pilpres 2024.
"Ini kan imbas dari turut sertanya pak Jokowi jadi head Hunter. Ingin cari calon penggantinya. Padahal seharusnya ia serahkan tugas itu ke rakyat seperti waktu dia dirinya menjadi presiden. Kan rakyat yang jadi head Hunter. Rakyat yang cari presiden," ungkap pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI itu.
Sosok yang akrab disapa Hensat itu juga menyebut sikap itu memunculkan persepsi bahwa presiden ingin menentukan penggantinya.
"Kalau seperti ini kan akhirnya bukan kebingungan yang ada, tapi persepsi bahwa Pak Jokowi ingin menentukan siapa penggantinya. Nah, rakyat kan bisa jadi tidak suka. Karena rakyat Indonesia itu mencintai demokrasi yang sudah dibentuk ini," tambahnya.
Menurutnya, persaingan antara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto harusnya terjadi usai keduanya resmi ditetapkan sebagai kontestan yang berlaga di Pilpres 2024.
"Seharusnya persaingan Prabowo dan Ganjar itu nanti persaingan setelah ditetapkan oleh KPU sebagai calon presiden. Persaingannya di sana nanti, bukan hari ini terjadi persaingan. Apalagi sampai terjadi saling serang," tambahnya.
Selain itu, Hensat juga menyarankan agar presiden menerapkan kondisi yang sudah dilakukan presiden terdahulu ketika menghadapi masa pergantian kepala negara yakni menyerahkan pada rakyat.
"Jadi Pak Jokowi saran saya ya contoh saja kondisi politik pada saat dia menjadi calon presiden. Kan rakyat juga yang menentukan," pungkasnya. (Z-7)