22 May 2023, 16:59 WIB

KPU Dinilai Lemahkan Upaya Pemberantasan Korupsi


Faustinus Nua |

PERATURAN Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 10/2023 dan 11/2023 yang dikeluarkan pada awal April dinilai telah melemahkan semangat untuk memberantas korupsi dan menciptakan pemerintahan baru yang bersih. Sebab, dalam sejumlah pasal, regulasi itu justru memberi kemudahan kepada para mantan narapidana korupsi untuk kembali menjadi calon legislatif.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH Unand), Charles Simabura mengatakan bahwa sejak reformasi, spirit yang dibawa adalah pemberantasan korupsi. Salah satu cara adalah dengan melakukan pembatasan hak politik narapidana korupsi.

"Idealnya kira sebenarnya mau melarang napi korupsi yang melakukan kejahatan politik terhadap kekuasaan yang mereka emban atau pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Karena memang itu problem kita sejak reformasi, korupsi menjadi konsen kita. Bahwa perilaku koruptif itu tidak boleh ditoleransi," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (22/5).

Baca juga: Publik Ragukan Kemandirian KPU 

Menurutnya, setiap menjelang pemilu isu tersebut selalu menjadi perdebatan. Pasalnya ada pihak-pihak tertentu yang mencoba untuk mencari celah dari sejumlah regulasi yang sudah ada. Dan yang pasti mereka mencoba melemahkan spirit pemberantasan korupsi.

"Yang terjadi adalah penurunan gradasi spirit penyelenggara pemilu. Kita berpikir ini tidak menimbulkan perdebatan lagi, tapi PKPU saat ini mencoba melemahkan spirit kita," jelasnya.

Baca juga: PKPU Keterwakilan Perempuan Belum Direvisi, KPU, Bawaslu, dan DKPP Disomasi

Charles menegaskan bahwa PKPU tersebut merupakan aturan yang menyesatkan. Lantas semua pihak harus menolaknya agar para koruptor benar-benar dicekal atas kejahatan yang mereka lakukan. Di samping itu, pemerintahan baru yang merupakan hasil pemilu bisa benar-benar bersih.

Anggota KPU RI periode 2012-2017, Ida Budhiati menegaskan bahwa KPU selaku penyelenggara pemilu mempunyai peran strategis untuk mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih dari KKN. KPU menjalankan kewenangan atau fungsi atribusi dan menyusun regulasi untuk mendorong hasil pemilu berintegritas.

"Ini yang menurut saya tidak dimiliki KPU hari ini, komitmen untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dari KKN," tegasnya.

Ida mengatakan PKPU yang dihasilkan KPU justru mempermudah jalan bagi para calon-calon yang tidak berintegritas untuk mencalonkan kembali. Dalam situasi ini KPU selain tidak bisa mengemban amanah di dalam konstitusi, KPU juga sudah melanggar sumpah jabatan.

Dia pun meminta agar Bawaslu serius melakukan pengawasan terhadap KPU. Sebab, sejauh ini Bawaslu sepertinya hanya mengikuti proses-proses penyelenggaraan pemilu tanpa banyak mengoreksi.

 

PKPU Dinilai Memprihatinkan

Sementara itu, peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, menyebut bahwa PKPU tersebut sangat memprihatinkan. KPU sudah banyak melakukan kontroversi dan saat ini kembali melakukan pelanggaran yang dianggapnya sangat serius.

"KPU seenaknya membuat peraturan yang menegasi putusan MK merusak syarat bagi mantan koruptor dalam UU Pemilu, lalu kita tidak tahu ini kepentingan KPU melindungi siapa," kata dia.

Menurut Fadli, pidana tambahan pencabutan hak politik sebenarnya ada pada UU Pemilu. Hal itu tidak ada kaitannya dengan syarat menjadi calon legislatif.

Lantas, dalam PKPU itu, KPU justru sibuk mengerjakan hal yang tidak perlu lantaran sudah ada pada UU Pemilu. Hal inilah yang perlu dicurigai. Bahkan dalam uji publik PKPU tersebut tidak disebutkan dan tiba-tiba setelah disahkan barulah muncul syarat baru bagi pelaku korupsi.

"Ini pelanggaran serius. Kita meminta Bawaslu untuk kembali kepada bagaimana proses penyelenggaraan pemilu itu betul-betul berangkat dari proses supremasi hukum. Kami menuntut Bawaslu untuk melakukan pengawasan dan tentu melakukan upaya hukum untuk mengoreksi peraturan ini," tandasnya. (van/Z-7) 

BERITA TERKAIT