DIREKTUR Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Nur Agustyati menyebutkan disinformasi di media sosial terkait kepemiluan bakal marak jelang Pemilu 2024.
Ninis, sapaan akrabnya, mengatakan, disinformasi di media sosial sudah menyerang sejak pemilu-pemilu sebelumnya.
“Kalau 2014 tujuannya untuk mengubah opini publik, atau mengubah pilihannya masyarakat, jadi serang menyerang antar peserta pemilu,” ungkap Ninis, Senin (17/4/2023).
Baca juga : Ketum DPP LDII: Politik Uang Korupsi Elektoral
“Kalau 2019 itu sudah mulai menyerang penyelenggara, baik punya KPU maupun Bawaslu, terkait tata cara proses pemilunya, tadi soal surat suara, dan bagaimana memilih di TPS,” tambahnya.
Bahkan, kata Ninis, ada disinformasi yang tersebar bahwa orang tak perlu ke TPS, tapi cukup ikut poling di salah satu platform medsos saja. Tentu adanya disinformasi tersebut hak pilihnya jadi hilang.
Baca juga : Duet Prabowo-Erick Kian Banyak Dilirik
Tak hanya itu, Ninis juga menyoroti bahaya kampanye di medsos. Ninis menilai tak mungkin medsos tidak digunakan sebagai sarana kampanye. Padahal, media sosial ini ruang abu-abu yang bisa menimbulkan disinformasi.
“Ini disinformasi tidak hanya dikonsenkan pada masa kampanye saja, tapi bagaimana situasi hari ini? Rasanya itu tidak bisa dihindari, karena tidak mungkin tidak menggunakan medsos,” paparnya.
Maka, adanya kekosongan kerangka hukum ini, Ninis mendorong penyelenggara pemilu memperkuat ekosisitem digital yang demokratis menuju pemilu 2024.
Diharapkan, lanjut Ninis, eksosistem digital ini mampu mendeteksi, menganalisis, dan memperkuat penggunaan medsos agar tak disalahgunakan.
“Bagaimana pun juga medsos tidak mungkin tak digunakan, di samping cepat dan gratis, tapi di satu sisi terdapat potensi berita bohong, missinformasi, perilaku yang non autentik, kemudian boot, influencer atau buzzer, kemudian dana kampanye,” paparnya. (Z-5)