PRESIDEN Joko Widodo meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bisa segera dibahas bersama DPR.
RUU itu saat ini diajukan sebagai insiatif pemerintah. Menanggapi itu, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menegaskan, DPR tak menghalang-halangi pembahasan RUU perampasan aset. Malah Arsul menanyakan keberadaan naskah yang saat ini diakuinya belum sampai di DPR.
“Yang kita berbeda pendapat itu kan seolah-olah DPR mau menghalangi tidak mau membahas, padahal naskahnya belum sampai di sini kan itu persoalannya,” tutur Arsul, Rabu (5/4).
Baca juga: Jokowi Minta RUU Perampasan Aset Segera Dibahas
Arsul menilai yang dimaksud Jokowi dalam pidatonya ialah jika nanti surat presiden (surpres) sudah disampaikan ke DPR, maka DPR harus segera membahas soal RUU perampasan aset.
“Kalau soal itu kan kita gak ada perbedaan pendapat dengan presiden. Kalau yang disampaikan presiden itu memang sebuah keharusan,” tegasnya.
Baca juga: DPR Tagih Naskah Akademik RUU Perampasan Aset ke Pemerintah
“Saya kira paling tidak jika bicara dalam konteks fraksi PPP kita ingin ada di depan yang memprioritaskan pembahasan ruu itu,” tambahnya.
Terpisah, pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai bahwa RUU perampasan aset harus dibahas pemerintah bersama DPR. Hal itu lantaran UU Perampasan Asset merupakan kewajiban negara pihak penandatangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pemberantasan Korupsi (United Nations Convention against Corruption atau UNCAC.
“Kita sudah meratifikasi UNCAC dengan UU Nomor 7 Tahun 2006. Di dalam UNCAC ada kewajiban melaksanakan inisiatif perambasan aset kejahatan korupsi (Stollen Asset Recovery/STAR Initiative),” terang Feri.
Adapun RUU perampasan aset merupakan rangkaian UU yang berkaitan dengan UU Tipikor dan TPPU. Tanpa kehadiran UU perampasan asset, upaya memberantas kejahatan luar biasa seperti tipikor dan TPPU tidak akan berlangsung maksimal. Sebab tujuan UU Perampasan aset adalah memiskinkan para koruptor dan pelaku kejahatan luar biasa lainnya.
“UU ini jauh lebih menakutkan bagi koruptor dan pelaku kejahatan luar biasa lainnya. Pelaku kejahatan tidak takut dipenjara tapi takut miskin,” tandasnya.
(Z-9)