15 March 2023, 10:00 WIB

Gayus Lumbuun: Gugatan Prima Tidak Salah Alamat


Faustinus Nua |

PUTUSAN Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) pada perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst atas gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berujung pada penundaan Pemilu menimbulkan banyak polemik. Banyak pihak yang menilai gugatan tersebut salah alamat, bahkan putusan majelis hakim bisa mengarah pada mengganggu hak ratusan juta penduduk Indonesia.

Guru Besar Hukum Administrasi Negara (HAN) Prof Gayus Lumbuun menilai  gugatan Prima yang ditujukan kepada KPU melalui PN Jakpus dan bukan ke PTUN itu sudah tepat. Pasalnya PN merupakan court of justice yang mengadili keadilan, sedangkan PTUN adalah court of law atau hanya mengadili produk undang-undang yang cocok untuk diputuskan.

“Ada pihak yang menilai bahwa gugatan Partai Prima salah alamat, mestinya ke PTUN dan bukan ke Pengadilan Negeri. Saya berpandangan gugatan partai Prima melalui PN Jakpus sudah tepat,” kata kata Ketua Senat Universitas Krisnadwipayana (Unkris) itu dalam keterangannya, Rabu (15/3).

Baca juga: Pemerintah Tidak Miliki Opsi Penundaan Pemilu

Gayus menyebut putusan PN Jakpus sah dan tidak ada yang salah. Putusan tersebut menyangkut rasa keadilan yang tidak diperoleh Prima sehingga Majelis Hakim memutuskan ada biaya pergantian yang harus dibayarkan negara sebesar Rp500 juta. “Dalam putusan ini artinya sifat perkaranya inter parties (dua belah pihak), di mana Prima merasa dirugikan oleh pihak lain yakni KPU,” imbuhnya.

Menurutnya, gugatan yang diajukan Prima adalah perbuatan melanggar hukum (PMH) yang dilakukan penyelenggara Pemilu yakni KPU. Namun, terkait penundaan Pemilu tentu saja perlu diperjelas antara prinsip ultra petita atau ultra vires yang digunakan. Ultra petita adalah suatu putusan yang melebihi tuntutan, sementara ultra vires adalah suatu tindakan yang dilakukan pihak melebihi kewenangannya.

Baca juga: Terima Kunjungan Luhut, Surya Paloh Sebut Kewajiban Anak Bangsa Bangun Silaturahmi

“Untuk kepentingan orang banyak, putusan ultra petita maupun ultra vires pun tidak bisa dipersalahkan karena pertimbangan hakim menyebutkan bahwa terjadinya penolakan pendaftaran oleh KPU telah menimbulkan kerugian bagi Prima," ujar Gayus 

"Dengan gagalnya memenuhi syarat pendaftaran dikarenakan sistem yang disediakan KPU tidak berkualitas dan terjadi error, sementara KPU hanya memberikan waktu 24 jam, membuat banyak cabang-cabang Prima tidak bisa memperbaiki data-data sebagaimana waktu yang ditentukan.” 

Mantan Hakim Agung itu  juga mengingatkan sejumlah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang berkaitan dengan kebijakan penyelenggara negara yang harus dialihkan ke PTUN, karena berkaitan dengan tindakan dan kebijakan badan penyelenggara negara, tidak boleh menghalangi keadilan bagi seseorang atau sekelompok orang oleh pengadilan. Dalam perkara ini, tepatnya di peradilan umum (Pengadilan Negeri).

Perma, kata dia, tidak cukup mengatur soal Pemilu saja, dengan mengesampingkan ketentuan lain yang ada dalam sebuah undang-undang. Misalnya, di Pasal 1365 UU KUHPerdata berbunyi, 'Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja ataupun dilakukan karena kurang hati-hati atau kealpaan memiliki akibat hukum yang sama, yaitu pelaku tetap bertanggung jawab mengganti seluruh kerugian yang diakibatkan dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukannya'. Lantas, dikarenakan kesalahan/kelalaian KPU sebagai lembaga pemerintahan, sehingga wajar bila para pihak diadili oleh PN Jakpus untuk memperoleh keadilan.

“Itu baru materi awal, belum masuk pada substansi perkara. Dan lagi, gugatan itu dilayangkan karena Prima menilai bahwa upaya mereka mendaftar melalui sistem informasi partai politik (SIPOL) gagal karena error. Artinya, kesalahan ada pada KPU. Karena itu, KPU pun harus memberi ganti rugi kepada Prima, sesuai amar putusan majelis hakim,” tambahnya.

Dia pun mengingatkan semua pihak bahwa putusan PN Jakpus terkait gugatan Prima sah dan harus dihormati. Bila ada perbedaan pendapat, hal itu sah-sah saja.

“Jangan khawatir, bagi yang memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan peraturan-peraturan khusus, seperti Perma dan lainnya, masih ada upaya yang sudah diatur melalui instrumen hukum banding dan upaya selanjutnya (banding dan kasasi),” tegas Gayus. (Z-3)

BERITA TERKAIT