LANGKAH Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan banding putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pn Jakpus) ke pengadilan tinggi dinilai sebagai langkah hukum yang tepat. Pengadilan Tinggi harus mengoreksi putusan PN Jakpus yang meminta KPU menunda pemilu. Pernyataan ini disampaikan guru besar fakultas hukum Universitas Indonesia Topo Santoso.
“Majelis hakim jangan sampai penalaran hukumnya sama dengan pengadilan negeri. Pengadilan tinggi harus mengoreksi itu harusnya putusannya tidak diterima kalau gugatannya untuk menunda pemilu, tidak bisa. Memperbaiki kesalahan KPU dalam penetapan parpol ada mekanismenya pertama ke bawaslu lalu ke PTUN. Jadi harusnya pengadilan tinggi memperbaiki urusan itu,” paparnya, Jumat (10/3).
Putusan PN Jakpus menurutnya keliru dari sudut otoritas atau yurisdiksi, sehingga KPU tidak terikat dengan putusan tersebut sebab KPU tunduk pada hukum tata negara dan yang diatur dalam undang-undang pemilu.
Baca juga : KPU Resmi Serahkan Memori Banding Gugatan Prima
“Pengadilan negeri walau pun dia menangani perkara tersebut sebagai perkara perdata tapi substansi dari masalah itu bukan perdata tapi tata negara soal pendaftaran dan penetapan peserta pemilu jadi itu hukum pemilu bukan di hukum perdata”
Saat ditanya terkait kualitas atau integritas hakim Topo yang ditemui di sela acara Kumham Goes To Campus di Yogyakarta menilai hal tersebut menjadi masalah yang harus terus menerus diperbaiki dan ditingkatkan. Dengan memaksimalkan peran Komisi Yudisial (KY) serta Mahkamah Agung (MA) dapat melakukan pembinaan terhadap hakim.
Baca juga : Ini Pandangan Yusril Izha Mahendra Soal Isu Penundaan Pemilu
“Memori banding lagi disusun. Menurut saya bantahannya soal yuridiksi tadi ini adalah masuk dalam sengketa tahapan pemilu dan penyelesaiannya bukan perkara perdata,” tukasnya. (Z-8)