MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menilai terdakwa Arif Rachman Arifin dapat menolak perintah terdakwa Ferdy Sambo untuk menghapus dan memusnahkan rekaman CCTV Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hakim menilai bahwa perintah tersebut merupakan perintah bukan dari bagian perintah jabatan atau kedinasan. Hakim juga mengatakan bahwa terdapat rentan waktu yang panjang dan pengalaman kerja Arif untuk menolak perintah pribadi Sambo.
“Sebagai anggota bahkan pejabat kepolisian seharusnya terdakwa memiliki daya kesempatan untuk berpikir dan mempertimbangkan untuk menolak dan tidak melaksanakan perintah Ferdy Sambo,” kata hakim, Kamis (23/2).
Baca juga: Anak Idap Hemofilia, Alasan Arif Rachman Minta Vonis Bebas
Akan tetapi, Arif justru memilih mengikuti perintah pribadi Ferdy Sambo. Hal tersebut dinilai hakim sebagai persamaan niat atau meeting of mind.
“Menimbang bahwa dari alat bukti keterangan saksi Ferdy Sambo dan terdakwa dalam persidangan penyampaian perintah saksi berupa kata-kata hapus dan rusak CCTV tersebut yang diikuti dengan kata-kata dimana menurut penilaian dan pemahaman terdakwa bermakna ancaman 'kalau sampai bocor berarti dari kalian berempat yang bertanggung jawab',” sebut hakim.
Oleh karena itu, hakim pun menilai bahwa jenis kalimat yang bernada dan bermakna perintah ada pada kata-kata ‘hapus dan rusak CCTV’ tersebut.
“Sedangkan kata-kata ‘kalau sampai bocor berarti dari kalian berempat yang bertanggung jawab’ menurut penilaian dan pendapat majelis hakim bukanlah suatu kata-kata yang bermakna kalimat perintah. Sehingga kata-kata yang diucapkan saksi kepada terdakwa tersebut harus dipisahkan maknanya,” kata hakim.
Lebih lanjut, kalimat yang diucapkan secara bersamaan ialah ‘hapus dan rusak CCTV’ tersebut sebagai kalimat perintahnya dan kata-kata ‘kalau sampai bocor berarti dari kalian berempat yang bertanggung jawab’, bukan merupakan sebagai kalimat perintah.
“Menimbang bahwa terhadap pernyataan terdakwa dalam nota pembelaan pribadi terdakwa yang menyatakan pada intinya tidak mudah bagi terdakwa untuk begitu saja menolak dan mengabaikan perintah dari saksi yang pada saat itu atasan dari terdakwa,” tutur hakim.
Diketahui, majelis hakim telah menjatuhkan hukuman penjara selama 10 bulan dengan denda Rp10 juta kepada terdakwa Arif.
“Menjatuhkan pidana 10 bulan dan denda Rp10 juta,” kata Ketua Majelis Hakim, Ahmad Suhel saat membacakan vonis Arif di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (23/2).
Baca juga: LPSK Nilai Putusan Etik Bharada E Berdampak Baik untuk Penyandang Justice Collaborator
Arif Rachman Arifin, dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pidana penjara satu tahun dan denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan.
Adapun tersangka kasus obstruction of justice dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, ialah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, AKP Irfan Widyanto, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto.
Mereka didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP. (OL-17)