31 January 2023, 19:40 WIB

Pakar UGM: Kegentingan Memaksa Perppu Ciptaker Merupakan Diskresi Presiden


mediaindonesia.com |

PERSOALAN kegentingan memaksa pada Undang-Undang Cipta Kerja jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 merupakan diskresi Presiden. Dalam hal ini merupakan upaya mencegah Indonesia agar tidak masuk ke dalam situasi stagflasi (krisis).

Demikian ditegaskan pakar hukum bisnis Universitas Gadjah Mada Profesor Nindyo Pramono. "Tentang kegentingan memaksa tentu merupakan diskresi yang menjadi ruang lingkup kewenangan Presiden. Penetapan Perppu diputuskan Presiden, agar Indonesia tidak masuk ke dalam situasi krisis," jelas Nindyo, Selasa (31/1).

Untuk itu, menurut Nindyo, tindakan antisipatif dengan Perppu Ciptaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut merupakan tindakan yang tepat. "Tanpa harus menunggu untuk terjadi krisis dahulu, baru kita semua 'kelabakan' agar keluar dari krisis. Belum lagi jika terulang situasi chaos seperti 1997-1998," katanya.  

"Karena saya yakin, jika kita mau berpikir arif dan bijaksana, tentu tak ada satu pun anak bangsa yang menghendaki peristiwa 1997-1998 terulang kembali," imbuhnya.

Dia bahkan mencatat beberapa Perppu sebelumnya juga sama sekali tak menjelaskan soal kegentingan memaksa. Pertama, Perppu Nomor 1/1998 tentang Perubahan UU tentang Kepailitan. Perppu ini lahir di tengah krisis pada 1997/1998 di mana persoalan kegentingan memaksa saat itu sangat bernuansa pertimbangan ekonomi.

"Ketika itu pemerintah menghabiskan dana talangan Rp600 triliun, tak pernah mengatakan tegas bahwa negara dalam keadaan darurat (staad noodrechts)," jelas Nindyo.


Baca juga: MK Kembali Tolak Gugatan Uji Materi Perkawinan Beda Agama


Kedua, Perppu No 1/2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas juga tidak menyebut adanya kegentingan memaksa. Ketiga, Perppu No 1/2004 tentang Perubahan UU No 41/1999. Tak ada satu pun kalimat yang menyatakan adanya kegentingan memaksa sehingga keluar Perppu tersebut.

Keempat, Perppu No 1/2014 yang membatalkan UU No 22/2014 tentang Pilkada, menurut Nindyo, sama sekali juga tak menjelaskan adanya kegentingan memaksa. Alasan yang dipakai yaitu UU No 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur mekanisme pilkada secara tak langsung melalui DPRD telah mendapatkan penolakan luas dari rakyat.

Di sisi lain Nindyo mengatakan, kehadiran Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker dinilai penting bagi kepentingan iklim investasi yang selama ini selalu tertinggal dari negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam.

Hal itu disebabkan karena berbelit-belitnya prosedur perizinan di Indonesia seakan sudah menjadi permasalahan yang tidak menarik minat investasi di Tanah Air.

"Secara objektif, birokrasi perizinan menjadi salah satu hambatan untuk meningkatkan investasi melalui kemudahan berusaha," kata Nindyo.

Ia mengatakan, investor kerap menuntut beberapa fasilitas antara lain, pertama, peraturan perundang-undangan yang konsisten dan menjamin kepastian hukum dalam jangka panjang. Kedua, prosedur perizinan yang tidak berbelit-belit yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

"Ketiga, jaminan terhadap investasi serta proteksi hukum hak kekayaan intelektual (HKI) dan terakhir sarana dan prasarana yang menunjang, antara lain komunikasi, transportasi, perbankan, dan asuransi," pungkas Nindyo. (RO/OL-16)

BERITA TERKAIT