SIDANG kedua dengan terdakwa Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, digelar, Kamis (17/11), setelah sidang pembukaan dilaksanakan 9 November lalu.
Sidang lanjutan perkara tindak pidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) dengan kerugian negara sebesar Rp118,8 miliar, itu, digelar di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Enam dari rencana 10 saksi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan keterangan.
Saksi terdiri dari pihak PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN),
Dinas ESDM Tanah Bumbu dan Dinas ESDM Provinsi Kalsel. Sedianya pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan 10 saksi, namun hanya enam orang saksi yang bisa dihadirkan di PN Banjarmasin.
Dua saksi tidak bisa hadir karena alasan kesehatan dan dua saksi yang bersedia hadir secara virtual dari rumah ditolak majelis hakim yang diketuai Heru Kuntjoro. Mereka diminta hadir di KPK pada sidang
lanjutan pekan depan. Sementara terdakwa Mardani H Maming hadir secara
virtual dari gedung KPK.
Salah seorang saksi Abdul Haris, dari PT PCN yang juga menjabat
PIC perizinan dan pembangunan perusahaan jasa pelabuhan PT Angsana Terminal Utama (ATU), membeberkan tentang adanya permintaan uang bagi hasil keuntungan usaha berdasarkan saham 30% untuk Bupati Mardani. Juga
adanya insiden permintaan jam tangan milik Direktur Utama PT PCN Hendri
Setyo oleh Mardani.
Dalam persidangan ini terdakwa Mardani membantah tentang permintaan fee Rp10 ribu per metrik ton yang disebut saksi untuk bupati dan
soal jam tangan Richard Mile. Pasalnya, uang Rp10 ribu tersebut
merupakan bagian kesepakatan bagi hasil (bisnis to bisnis) bukan untuk
pribadi terdakwa. Termasuk pembelian jam tangan merupakan bagian pemotongan hutang PT PCN.
Saksi lainnya Bambang Setyawan, Komisaris Utama PT PCN 2010-2015 menceritakan tentang take over lahan milik PT BKPL ke PT PCN yang nilainya mencapai Rp25 miliar. Pada perjalanannya antara saksi dan Hendri pecah kongsi, karena menilai tidak adanya transparansi keuangan.
Sidang akan kembali dilanjutkan pada Jumat (18/11) dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi lain.
Seperti diketahui ada dua dakwaan yang dikenakan pada terdakwa yaitu Pasal 12 huruf b jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian pada dakwaan kedua Pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa didakwa menerima suap total Rp118,8 miliar. Sebagai bupati terdakwa dinilai telah menyalahgunakan kewenangan serta pelanggaran terkait peralihan izin usaha pertambangan. (N-2)