16 November 2022, 09:37 WIB

Perludem Sebut Konsinyering Draf Perppu Melebih Batas


Yakub Pryatama W |

ANGGOTA Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut konsinyering yang dilakukan DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam rangka menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pemilu kelewat batas.

Bahkan menjadi preseden buruk karena melampaui kegentingan yang seharusnya diatasi. Pasalnya, perppu yang awalnya ditujukan untuk mengakomodir DOB Papua justru memasukan beberapa pembahasan di luar isu tersebut.

"Kalau sempat membahas bersama, kenapa tidak revisi Undang-undang Pemilu saja?" tanya Titi dalam diskusi yang diadakan NETGRIT, Selasa (15/11).

"Makanya saya pikir, saya yang salah belajar hukum atau ada peristiwa hukum luar biasa di negara kita yang nomenklaturnya betul-betul saya tidak pahami? Tapi, sebetulnya ini preseden buruk jika kita ingin bicara pemilu sebagai sebuah tertib hukum," imbuhnya.

Titi juga menyayangkan tidak diikutsertakannya partisipasi masyarakat sipil dalam konsinyering. Titi mengemukakan seluruh pihak yang terlibat adalah aktor negara.

Tentu, imbuh Titi, hak ini problematik karena DPR berisikan anggota-anggota partai politik yang seluruhnya akan jadi peserta Pemilu 2024.

"Perppu Pemilu ini anomali," ungkap pakar hukum dari Universitas Indonesia itu.

Baca juga: Perppu Akan Atur Nomor Urut Parpol Tidak Perlu Dikocok Ulang

Tak hanya itu, Titi mengkritisi soal penyeragaman masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota yang dianggap bermasalag.

Memang, penyeragaman masa jabatan anggota KPU cukup mendesak. Namun, pemilihan tahun 2023 sebagai awal penyeragaman masa jabatan itu dianggap tak sesuai dengan tujuan utama, yaitu meniadakan rekrutmen di tengah tahapan pemilu.

Ia menyayangkan para pihak terlibat dalam revisi UU Pemilu ini tak menjadikan momentum revisi saat ini sebagai momentum perbaikan mendasar.

"Momentum, kalau kita ingin membenahi penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, itu saat ini. Memang sebagai penyelenggara mungkin kita lebih nyaman bekerja dengan orang-orang yang dekat dengan kita atau kemudian kita tahu misalnya mampu berkolaborasi dan kita yang menentukan," pungkas Titi.

Menurutnya, langkah yang paling logis ialah dengan menata jadwal rekrutmen penyelenggara supaya tidak terjadi di fase tahapan dengan memperpanjang masa jabatan sampai selesai seluruh tahapan Pilkada 2024.(OL-5)

BERITA TERKAIT