29 September 2022, 04:55 WIB

Novel Baswedan: Kelalaian Kewajiban Penegak Hukum Merupakan Salah Satu Praktik Korupsi


Joan Imanuella Hanna Pangemanan |

NOVEL Baswedan selaku mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai masih ada ruang kosong dalam penegakkan hukum yang melakukan obstruction of justice.

Di mana, kata dia, ketika suatu pihak datang untuk menangani sebuah kasus dan pada ujungnya hanya untuk menghalangi jalannya kasus tersebut.

Novel menghadiri diskusi publik yang diadakan di Hotel Gran Mahakam, Jakarta Selatan pada Selasa (27/9). Diskusi tersebut membahas tentang obstruction of justice untuk mencari keadilan kasus Brigadir J.

Menurut Novel terdapat beberapa pasal yang dapat memberatkan pelaku yakni pasal 220 KUHP, pasal 221 KUHP, dan beberapa pasal yang lain yang ada di bab 8 KUHP. Bab 8 KUHP berisi tentang kejahatan terhadap penguasa umum.

Lebih sederhananya, Bab 8 KUHP terdiri dari pasal-pasal yang dapat digunakan jika seorang penegak hukum menghalangi kasus atau ada hal yang tidak diungkap dengan sungguh-sungguh.

“Ternyata ada praktek-praktek seperti itu, praktek di mana penegak hukumnya justru malah yang menghalang-halangi sendiri,” ujar Novel.

Ia pun pernah merasakan hal yang sama pada saat kasusnya diproses. “Saya meyakini bahwa penanganan perkaranya tidak dilakukan dengan benar,” ungkapnya.

Dari sanalah masalah dapat muncul, yaitu penyidik hukum tidak melakukan kewajibannya. Hal tersebut bisa dikarenakan dua hal, karena ketidaktahuan atau karena kesengajaan.

“Kalau kemudian penangannya justru malah mengaburkan, menghilangkan, menutupi, dan lain-lain ini tentunya masalah kejahatan serius,” jelas Novel. Menurutnya tidak ada pasal khusus terkait hal itu.

Novel melihat bahwa itulah praktek korupsi di penegakan hukum.

“Di mana penegak hukum melakukan dengan apa adanya dan kemudian tidak melakukan kewajiban, tentunya ada motivasi tertentu,” pungkas Novel.

Pada umumnya, praktek tersebut bermotivasikan uang, namun dalam kasus Brigadir J, beliau belum mengetahui apa motivasi sebenarnya. 

Ia menilai mengenai tindakan kelalaian itu bisa dijerat dengan korupsi. Seperti ketika seorang pejabat lalai dalam kewajibannya, dia melakukan sesuatu dan kemudian ada dampaknya, maka itu bisa dinamakan dengan praktek perbuatan korupsi.

“Kita sekarang dibuka mata kita, bahwa ternyata praktek itu terjadi,” ucap Novel. Publik tidak lagi menduga-duga akan hal tersebut karena kita bisa melihat praktek tersebut di kasus ini. Rekayasa hukum yang diubah dan dimainkan merupakan tindakan yang berbahaya. 

Novel juga menambahkan soal hubungan obstruction of justice dan korupsi.

“Obstruction of justice bisa dilakukan suatu kasus atau suatu tindak pidana yang ditangani oleh beberapa penegak hukum,” jelas Novel.

“Kita semua prihatin dengan kejadian ini dan kita berharap penegakan hukum bisa dilakukan dengan objektif dan jujur serta apa adanya,” tutup Novel. (OL-6)

BERITA TERKAIT