PERNYATAAN Presiden ke-VI RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang pemilu 2024 tidak jujur dan tidak adil dinilai tendensius terhadap pemerintahan saat ini serta meragukan independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Demikian disampaikan Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas, Kamis (22/9).
"Semakin menunjukkan bahwa bukanlah seorang negarawan walaupun pernah menjadi Presiden selama dua periode dan sampai saat ini masih menikmati fasilitas dari negara," ujar Fernando.
Sebelumnya, SBY mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil. Oleh karenanya, SBY mengatakan dirinya harus turun gunung.
SBY menyebut bahwa berdasarkan informasi yang ia terima, Pilpres 2024 akan diatur sehingga hanya diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Fernando menambahkan, ungkapan SBY tersebut yang disampaikan dihadapan para kader Partai Demokrat merupakan pernyataan yang provokatif dan dapat menimbulkan ketidakpercayaan peserta pemilu terhadap pemerintah dan penyelenggara pemilu.
"Jangan-jangan SBY ingin menekan pemerintah agar hasil Kasasi Kongres Luar Biasa di Sibolangit tidak berpihak pada Moeldoko. Apakah SBY lupa, kalau para hakim agung memutuskan perkara dilakukan independen tanpa bisa dipengaruhi oleh pihak manapun termasuk oleh pemerintah," tandasnya.
Alasan lainnya, sambung Fernando, SBY menyadari elektibilitas putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang rendah sehingga tidak dilirik oleh partai politik lainnya untuk diusung pada Pilpres 2024
"Sehingga perlu mencari "kambing hitam" atas kembali gagalnya AHY ikut pilpres seperti tahun 2019 yang lalu. Sudah saatnya SBY untuk menikmati hari tuanya tanpa membuat komentar yang dapat membuat gaduh dengan menikmati fasilitas yang masih diberikan negara," pungkasnya. (OL-8)