25 August 2022, 21:57 WIB

Terdampak Krisis, Negara-Negara Kurangi Anggaran di Sektor Maritim


mediaindonesia.com |

KRISIS dan pandemi covid-19 menyebabkan pergeseran fokus anggaran dari pengembangan militer dan alutsista ke aspek sosio-ekonomi negara. Hal ini disampaikan oleh Research Fellow di S. Rajaratnam School of International Studies Singapore Dr. Collin Koh Swee Lean pada acara The 6th Jakarta Geopolitical Forum “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability”, Rabu (24/8). 

Pengurangan anggaran di sektor militer terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, sementara kondisi rata-rata kapal perang angkatan laut di kawasan tersebut sudah berusia tua. 

“Tren yang akan terjadi ke depan justru fiscal austerity yang berarti pemerintah di Asia Tenggara akan lebih fokus pada sosio-ekonomi. Ini berarti angkatan laut akan mengalami pengurangan alokasi anggaran, tidak hanya untuk anggaran operasi militer harian namun juga anggaran melakukan akuisisi baru,” kata Collin Koh Swee Lean.

Dalam situasi fiscal austerity atau masa penghematan fiskal seperti itu, banyak kekuatan maritim Asia Tenggara harus puas dengan dana yang ada, setelah pembiayaan untuk aspek sosio-ekonomi negara. Anggaran yang ada digunakan untuk pemeliharaan aset dan mendukung operasi rutin masa damai. Collin juga menjelaskan, program akuisisi besar-besaran pascapandemi tidak akan datang lagi. Hal itu sangat bergantung pada berapa lama kesulitan sosial ekonomi saat ini berakhir.

“Pengurangan anggaran ini mencemaskan karena rata-rata kapal perang angkatan laut di Asia Tenggara diproduksi akhir tahun 90-an dan berusia hampir 40 tahun. Sementara rata-rata kapal dapat digunakan hingga usia 10 tahun dengan perawatan yang baik. Jika tidak dirawat dengan baik, akan menimbulkan masalah operasional dan isu keselamatan. Akan tetapi, tidak semua negara bisa melakukan akuisisi selama dua tahun terakhir,” ungkapnya.

Baca juga: Jakarta Geopolitical Forum Merupakan Mandat Bung Karno

Selain hal di atas, peneliti di RSIS itu juga menyoroti tiga hal yang menjadi pengamatannya selama beberapa tahun terakhir, yaitu fokus negara-negara pada isu non-tradisional, kekalahan negara-negara kecil, serta kerugian global akibat perang. 

“Ada tiga pembelajaran yang dapat kita ambil. Di tahun-tahun sebelumnya, kita disibukkan dengan isu-isu nontradisional yang dikenal dengan greyzone challenges. Perang ukraina sejak enam bulan lalu menunjukan bahwa terjadinya two scale conventional war masih sangat mungkin,” tuturnya. 

Hal kedua, pengamatan dirinya tentang perang Ukraina, yaitu dengan dukungan yang memadai, senjata yang memadai dan kepemimpinan yang memadai, sangat memungkinkan untuk pihak yang lebih lemah gagal di medan perang melawan pihak yang lebih kuat.

“Bagi negara-negara Asia Tenggara sebagai pihak yang lebih kecil dan lemah di domain maritim, masih dapat mengalami kegagalan jika menghadapi situasi yang sama melawan pihak yang lebih kuat. Hal ini yang membuat angkatan laut harus lebih memperhatikan hal tersebut,” ucapnya.

Sementara pengamatan ketiga adalah perang ini tidak hanya berdampak pada Rusia dan Ukraina saja, tapi lebih besar bagi komunitas global. Pun ditambah dengan krisis energi dn ekonomi yang sedang dihadapi saat ini.

“Tiga pembelajaran inilah yang saya lihat saat ini menjadi starting point pemahaman kita tentang bagaimana melihat kecenderungan di masa depan bagi prospek pertahanan dan keamanan maritim Asia Tenggara,” tukasnya.(RO/OL-5)

BERITA TERKAIT