03 August 2022, 18:36 WIB

Kasus Istri Sambo, DPR: Pelaku Kekerasan Seksual Biasanya Orang Dekat


Mediaindonesia.com |

ANGGOTA Komisi VIII DPR RI, MF Nurhuda Yusro menanggapi dugaan kekerasan seksual yang dialami PC, istri Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.

Menurut Nurhuda, kekerasan terhadap perempuan termasuk kekerasan seksual kerap terjadi di ruang-ruang privat seperti rumah, lingkungan sekolah. Pelakunya biasanya orang-orang terdekat dengan korban.

Ia mengutip catatan akhir tahun Komnas Perempuan 2019, sebanyak 71%atau 9.637 kasus kekerasan seksual terjadi di ranah privat. Dari angka tersebut, 1071 di antaranya adalah kasus inses. Diikuti perkosaan, pencabulan, persetubuhan, eksploitasi seksual, marital rape, pelecehan seksual, percobaan pemerkosaan, perbudakan seksual, kekerasan seksual di dunia maya dan aborsi.


"Data di atas menunjukkan bahwa ruang-ruang privat yang selama ini dianggap aman seperti rumah, bukan hal yang mustahil seorang istri majikan mendapatkan ancaman kekerasan seksual di lingkup rumah oleh anak buahnya. Apalagi, korban sampai melaporkan kasusnya untuk mendapatkan perlindungan,” kata Nurhuda, Rabu (3/8).

PC diduga menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Sambo Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Akibatnya, Brigadir J tewas karena baku tembak dengan Bharada RE (E).

Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo pun menimbulkan pro dan kontra. Dalam kacamata psikologi, jelas Nurhuda, pelaku kekerasan seksual terbagi menjadi dua. Pertama, pelaku kekerasan seksual yang motifnya adalah balas dendam. Kedua, kekerasan seksual yang pelakunya adalah karena memiliki gangguan kejiwaan. 

“Bagi pelaku kekerasan seksual yang motifnya balas dendam, biasanya ia melakukan kekerasan seksual karena ingin melihat orang lain menderita. Penyebabnya, mungkin pelakunya pernah mendapatkan perlakuan yang sama. Sehingga, ia senang jika orang lain mengalami hal serupa,” ujar anggota Fraksi PKB ini. 

Menurut dia, hal ini berbeda dengan pelaku kekerasan seksual karena memiliki gangguan kejiwaan. Biasanya, penyimpangan yang dilakukan karena pelaku memliki masa lalu yang kelam. Rata-rata, pelaku jenis ini mengalami trauma terhadap sebuah peristiwa di masa lalu. 

“Sehingga, ia menciptakan perilaku baru yang abnormal untuk tetap bertahan hidup,” jelas dia.

Pada dasarnya, Nurhuda mengatakan manusia mempunyai kebutuhan biologis. Namun, karena pengalaman masa lalu yang buruk atau pelaku juga pernah menjadi korban, maka ia menyalurkan hasrat seksualnya dengan melakukan pelecehan. 

“Kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan. Melalui kemanusiaannya pula, manusia saling mencintai, mengasihi, melindungi, menghormati dan tolong menolong. Jika seseorang melakukan kekerasan seksual, maka kemanusiaannya sedang bermasalah,” pungkasnya. (OL-8)

BERITA TERKAIT