26 July 2022, 23:52 WIB

Penyelewengan Dana Umat oleh ACT Akibat Minimnya Pengawasan Pemerintah


Ant |

PAKAR hukum pidana pencucian uang Yenti Garnasih menilai kurangnya pengawasan sehingga terjadi penyelewengan dana oleh yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
 
"Ya ini kita sesali. Kita harus lihat siapa lembaga yang harusnya mengontrol," sebut Yenti, Selasa (26/7)
 
Menurut Yenti, adanya tumpang tindih perundang-undangan di Indonesia yang membuat pengawasan atau kontrol terhadap suatu lembaga atau organisasi jadi tidak maksimal.
 
Di satu sisi, ACT sudah memiliki izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) dari Kementerian Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum.
 
Yenti menambahlan, secara umum semua kegiatan penghimpunan dana jelas harus mempunyai izin dari Bank Indonesia atau saat ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Undang-undang di Indonesia itu harus saling harmonisasi dan sinkronisasi," tambahnya.
 
Belajar dari kasus ini, harus ditelusuri siapa sebenarnya lembaga yang seharusnya mengontrol penghimpunan dana oleh ACT. Agar kedepannya tidak terjadi lagi kasus yang sama.
 
Awal Juli, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengeluarkan hasil analisis yang menemukan adanya penyelewengan dana donasi dan indikasi penggunaan dana untuk mendanai aktivitas terlarang.
 
Adanya dugaan penyelewengan dana yang dikirim hingga keluar negeri seharusnya bisa segera diperiksa karena sudah termasuk dengan pencucian uang.
 
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia ini juga menyayangkan ACT sebagai lembaga kemanusiaan yang mencederai niat baik masyarakat untuk beramal. "Kalau begini orang akan kehilangan satu nilai yaitu berbagi," tegasnya
 
Selain penggelapan dan pencucian uang, Yenti meyakini ada dugaan penipuan yang dilakukan terkait dana CSR Boeing yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya.
 
Karena itu, Yenti meminta, baiknya ada reformasi dari semua regulasi termasuk pengawasan audit berkala dan melihat lagi aturan penghimpunan dana yang tidak berdasarkan undang-undang Perbankan.
 
Selain itu, reformasi regulasi yang berkaitan dengan aturan pelaksana, pengawasan, cyber patroli untuk pungutan liar. .enurut Yenti, adanya laporan berkala yang dibuka untuk masyarakat. 
 
Pada Senin (25/7), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Keempatnya ialah Ahyudin (A) selaku mantan Presiden ACT dan Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT dan Novariadi Imam Akbari (NIA), selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Mereka dijerat pasal berlapis, yakni tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. (OL-8)

BERITA TERKAIT