LEMBAGA pengumpul donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) diduga mengintervensi keluarga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Intervensi itu diduga terkait penunjukkan lembaga kemanusiaan yang akan mengelola bantuan dari Boeing senilai Rp138 miliar.
"Para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari Yayasan ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut dikelola oleh pihak Yayasan ACT," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan melalui keterangan tertulis, hari ini.
Ahli waris korban merekomendasikan dana itu untuk membangun fasilitas pendidikan. Namun, belum diketahui motif rekomendasi tersebut menyebutkan untuk fasilitas pendidikan.
ACT mendapatkan rekomendasi untuk mengelola dana yang akan diberikan kepada 68 ahli waris korban. Setiap ahli waris mendapatkan Rp2.066.350.000.
Baca juga: Polri selidiki Penyimpangan Dana Korban Kecelakaan Lion Air oleh ACT
"Dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban melainkan harus menggunakan lembaga/yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, dimana salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga/yayasan harus bertaraf internasional," jelas Ramadhan.
Informasi tersebut terus didalami Bareskrim Polri. Penyelidikan kasus itu masih dipertajam.
Bareskrim Polri telah memeriksa mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar pada Jumat, 8 Juli 2022. Keduanya dicecar pertanyaan terkait legal yayasan, tugas, dan tanggung jawab.
Kedua petinggi ACT itu diperiksa untuk mendalami dugaan penyelewengan dana umat. Penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri itu dilakukan dengan berbekal petunjuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Ant/OL-4)