KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy ikut campur menentukan lelang proyek di wilayahnya. Informasi ini diketahui saat KPK memeriksa 16 saksi pada Jumat (20/5)
"Para saksi hadir, didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan campur tangan aktif tersangka RL (Richard Louhenapessy) dalam menerbitkan izin usaha termasuk dalam penentuan pemenang lelang," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (23/5)
16 saksi itu yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Ambon, Melianus Latuihamallo; mantan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Ambon, Neil Edwin Jan Pattikawa; mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan, Lucia Izaak; dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon, Wendy Pelupessy.
Lalu, KPK juga memeriksa Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Ambon, Demianus Paais; Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Ambon, Gustaaf Dominggus Sauhatua Nendissa; Kepala Dinas Pendidikan Ambon, Fahmi Sallatalohy; dan Kepala Dinas Perhubungan, Robert Sapulette.
Kemudian, KPK memeriksa Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ambon, Sirjohn Slarmanat; Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Ambon, Ferdinanda Johanna Louhenapessy; dan dua PNS, Jermias Fredrik Tuhumena serta Nunky Yullien Likumahwa.
Terus, KPK memeriksa License Manager PT MIDI UTAMA INDONESIA, Tbk, Nandang Wibowo; Direktur CV Angin Timur, Anthony Liando; Direktur CV Kasih Karunia, Julien Astrit Tuwahatu; dan Direktur CV Rotary, Meiske De Fretes.
KPK juga meminta 16 saksi itu untuk memberikan informasi terkait penerimaan uang yang dilakukan Richard Louhenapessy. Beberapa uang yang diterima diduga diterima melalui dari tangan kanan Richard.
"Sekaligus dikonfirmasi juga terkait dugaan aliran penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL melalui beberapa pihak sebagai orang kepercayaannya dimana diduga dari beberapa pihak kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Pemkot Ambon," ujar Ali.
Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Dua pihak juga ditetapkan sebagai tersangka yakni, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih dinyatakan buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (OL-8)