KETUA MPR Bambang Soesatyo mengklaim amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sulit disusupi. Pengubahan konstitusi hanya dilakukan terkait usulan yang telah disepakati.
"Jadi sekali lagi saya menegaskan kecil kemungkinan ada penumpang gelap," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (29/3)
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar itu menyampaikan saat ini wacana amendemen UUD 1945 hanya untuk mengakomodasi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Jika ada ketentuan lain yang ingin diubah, maka proses pembahasan tidak bisa dilakukan langsung.
"Maka kalau ada tambahan lain itu harus ulang lagi dari awal. Nah kalau tidak (diulang dari awal) inkonstitusional," ungkap dia.
Namun, dia tak menjelaskan proses awal yang dimaksud. Dia hanya menjelaskan proses amendemen UUD 1945 hanya dilakukan terhadap aspek yang diinginkan rakyat.
"Kalau kita memang ada kebutuhan amendemen sesuai keinginan rakyat yang mekanismenya sudah diatur di UUD," ujar dia.
Berkaca pada proses amendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN, setidaknya ada sejumlah proses yang harus dilalui. Di antaranya, proses pengkajian yang dilakukan Badan Pengkajian MPR.
Proses pengkajian untuk menghadirkan PPHN pun cukup panjang. Proses tersebut sudah berjalan semenjak 2021.
Setelah itu, poin amendemen pun harus diusulkan atau mendapat dukungan dari satu per tiga anggota MPR. Jika merujuk jumlah anggota MPR periode 2019-2024 sebanyak 711, usulan mengubah konstitusi harus diusulkan 237 anggota. (OL-8)